Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #158

Sebuah Surat | 158

Kini giliran Soa yang dibuat terenyak. Wajahnya tertunduk lesu, kebersamaan bersama teman-teman dekatnya terbayang-bayang dalam ingatan. Zoe, Hanna, Dori, dan yang terakhir adalah Andel. Dan bayangan itu membuatnya kecewa, karena terkecuali Hanna, ia harus berpisah kepada ketiganya dengan alasan yang buruk.

“Yaa – aku sudah kehilangan semua sahabatku. Entah kapan Tuhan akan menyatukan kami kembali. Atau mungkin Tuhan akan memberiku sahabat baru.

"Atau bisa juga... aku tidak akan pernah diberi kesempatan lagi untuk memiliki sahabat karena aku sudah mengecewakan mereka.”

“Jadi Nyonya pernah mengecewakan mereka?”

“Begitulah. Waktu itu aku terlalu egois.”

Mona mengamati betul-betul raut muka Soa, dan ia memang sangat melihat jelas ada penyesalan yang terlukis di sana. Ia jadi bertanya-tanya sendiri, mungkinkah perannya sebagai Andel sosok sahabat dari dunia malaikat juga menjadi salah satu penyesalannya?

“Bagaimana jika aku membaca saja pikirannya?” sang malaikat terus saja membatin. Akan tetapi dalam sekejap buru-buru ia menghapus niat itu. Ia ingat kalau ia tidak boleh membaca pikiran Soa lagi karena itu di luar dari urusan pekerjaannya sebagai malaikat pendamping. Lagi pula ia juga yakin kalau hal itu percuma. Tidak mungkin Soa menyesali perpisahan dengan dirinya. Karena Soa sudah sangat tidak ingin sosok Andel ada di dekatnya. Ia yakin yang disesali Soa hanyalah perpisahan antara dirinya dengan ketiga sahabatnya, yaitu Zoe, Hanna dan Dori.

“Nyonya... tidak ingin bertemu mereka dan memperbaikinya?” lanjut Mona berkata pada Soa.

Soa membisu seketika. Ia mengakui di dalam hati, bahwa ingin sekali rasanya ia memperbaiki hubungannya dengan Zoe dan Dori. Apa lagi kini ia sudah tidak bersama Arandra. Tentu mereka akan merasa lebih aman untuk menjalin persahabatan lagi dengannya. Ia juga ingin bisa berjumpa bebas lagi dengan keduanya juga Hanna. Akan tetapi mengingat ketegangan antara dirinya terhadap Molly, Soa tahu kalau itu hanya akan menjadi ancaman baru untuk mereka.

Sementara kepada Andel. Sejak semula Soa memang sudah kehilangan asa. Ia berkeyakinan tidak akan ada lagi persahabatan yang sama seperti semula, karena ikatan mereka sudah terputus selamanya akibat sikap kerasnya waktu itu yang meminta Andel untuk tidak masuk dalam kehidupannya lagi.

Soa menoleh ke arah Mona setelah puas dengan pikirannya. Ia lantas memberikan senyum pasrah kepada asisten kepercayaannya itu. “Tidak Mona. Jika aku kembali dekat dengan teman-temanku, itu hanya akan membahayakan nyawa mereka. Kau tahu sendiri bagaimana kakak iparku sedang menyulitkanku saat ini. 

“Walau aku berharap sekali, aku bisa menghadapi Molly dengan membawa hati yang sudah termaafkan oleh sahabat-sahabatku.” Hanya soal tentang teman dari dunia nyatanya yang dapat Soa jawab. Tidak tentang Andel, teman langitnya.

Mona menyelami jawaban Soa selama beberapa saat. Rasa iba yang tidak luntur di hati membuatnya jadi memiliki ide untuk membantu wanita itu.

“Hm... bagaimana jika saya saja yang menyampaikan maaf Anda?” aju Mona.

“Apa?!”

“Yaa. Mungkin permintaan maaf itu... lewat sebuah surat rahasia.”

Soa tertawa mendengarnya. Ini kali pertama wajah pucatnya terlihat mulai berseri. Di dalam hati, Mona sangat senang melihat ekspresinya.

Lihat selengkapnya