Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #159

Mimpi Buruk yang Menjadi Nyata | 159

Soa menepati kata-katanya. Setelah ia meminjam uang dari Mona, ia lalu menaiki sebuah bus untuk betul-betul pergi sendiri ke suatu tempat.

Mona yang khawatir pada keadaan Soa – tanpa wanita itu tahu – berubah ke wujud aslinya sebagai malaikat yang tak terlihat manusia untuk mengikuti ke mana Soa akan pergi.

“Taman?” selang beberapa waktu, Mona yang kini menjadi Andel terheran-heran karena kekuatan supernaturalnya telah membawa ia ke tempat Soa berada yang ternyata adalah sebuah taman. Tepatnya Taman Kota Melvin, sebuah tempat di mana ia dan Soa dulu pernah bertemu.

“Untuk apa lagi dia ke sini?”

Andel melihat Soa terduduk sendiri di salah satu kursinya. Melihatnya dari jauh duduk di taman seorang diri begitu membuat Andel jadi teringat dengan perjumpaan pertama mereka. Dulu ia bisa menyapa, namun berbeda dengan sekarang. Tak ada lagi kesempatan ia menyapa Soa sebagai sosok malaikat yang mendampinginya.

Andel membuang sekelebat bayangan akan kenangannya bersama Soa dahulu. Ia pun lantas melangkah menghampiri wanita itu dan turut terduduk di sampingnya. Untuk beberapa saat ia pandangi Soa lagi penuh saksama. Ia dapati wanita di sebelahnya sibuk memijat-mijat jari jemarinya sendiri. Ia pikir mungkin Soa merasa tubuhnya kaku karena selama ini terlalu banyak tidur. Dan satu hal yang masih menggelitik perasaan Andel. Pertanyaan benaknya belumlah terjawab, untuk apa Soa jauh-jauh datang ke tempat itu? Tentu tidak mungkin hanya untuk melemaskan otot?

“Atau ia memang ingin sekedar menangkan diri di taman seperti dulu, walau pun ia sudah tidak bekerja di restoran?” begitulah batin Andel berbunyi. Ia jadi berandai-andai, kalau saja ia boleh membaca pikiran Soa. Pastilah ia akan tahu apa yang sedang Soa pikirkan. Sayang ia dilarang melakukannya karena Soa sudah bukan lagi pasiennya.

“Akhirnya kau datang.” Andel tergemap mendengar ucapan Soa tiba-tiba. Semula ia kira Soa sedang berkata padanya, padahal ia tahu kalau Soa tidak bisa melihatnya. Hingga kemudian Soa menaikkan wajah dan memberi tatapan lurus yang begitu dalam. “Aku senang kau mau datang – Arandra.”

Andel tersentak mendengar nama itu. Ia langsung menengok pada arah Soa menuju. Benar saja, Arandra sudah berdiri beberapa langkah di depannya. Malaikat itu langsung di dera cemas. Ia khawatir Arandra akan melakukan hal buruk terhadap Soa seperti yang pernah ia lakukan di rumah sakit. Ia paham betul kalau Arandra masih menyimpan dendam yang begitu besar kepada Soa.

“Soa! Pergilah dari sini. Ini bahaya untukmu!” spontan malaikat yang sedang bersayap itu memperingati. Ia lupa kalau siapa pun tidak bisa melihatnya saat ini termasuk Soa.

Arandra memberi senyuman mengejek. “Jadi kau sudah sadar rupanya. Bahkan berani menemuiku sendirian dengan tangan kosong begini. Ya ampun! Kau akan sangat mudah kulukai, Sancho!”

Soa bangkit berdiri di susul oleh Andel. Wanita itu melangkah tanpa takut semakin mendekati Arandra. Senyumnya mengembang tak terlihat kebencian untuk hantu itu di sana.

“Terima kasih sudah merasakan kehadiranku di sini, Arandra. Aku percaya kau masih bisa merasakan panggilanku.”

“Hoh! Apa kau pikir itu terdengar manis?”

‘WUSSS’ bagaikan magnet yang menarik kuat secepat kilat. Dengan kekuatannya Arandra merenggut tubuh Soa untuk masuk dalam cengkeramannya. Hanya dengan satu tangan yang kokoh itu Arandra mencekik leher Soa penuh kebencian. Membuat Soa meronta berusaha melepaskan diri darinya.

Lihat selengkapnya