Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #162

Tidur Di Jalanan | 162

Hampir satu jam sudah Soa terduduk di depan toko itu. Ia memandangi langit di atasnya yang sudah semakin teduh. Sore mengukir dan beberapa jam lagi malam akan menjadi warna.

Soa merogoh saku bajunya. Dahinya langsung mengerut ketika hanya ada beberapa lembar uang kecil yang ia temukan di sana. Ia pikir jumlahnya cukup untuk membeli dua hamburger pengganjal perut sampai ia bertemu Arandra lagi besok. Akan tetapi untuk menyewa sebuah kamar tentu jumlah itu sangat jauh dari kebutuhan.

“Bagaimana ini? Aku telat sadar. Dua puluh empat jam aku harus menunggu Arandra, maka itu berarti aku juga harus melewati malam.” Soa sibuk memikirkan nasibnya. “Apa aku cukup berani untuk tidur di jalan?”

Ia lantas mendesah tidak tahu harus bagaimana. Terlintas Hanna di pikirannya, satu-satunya teman yang tidak memiliki permusuhan dengannya.

“Tapi jika aku ke tempat Hanna. Pasti dia akan terkena masalah.” Soa jadi lemas karena tidak menemukan harapan di sana.

Soa berpikir lagi. Kalau saja Kalevi ada di dekatnya, tentu pria itu bisa membantu memberinya tumpangan yang paling aman. Kalevi salah satu anggota keluarga penguasa Denzel. Lubang tikus pun pastilah dia tahu di mana. Pria itu pasti juga paham tempat tersembunyi yang akan mengalihkan perhatian dirinya dari kejaran Molly, namun tetap berada di kota Melvin.

Tetapi lagi-lagi ia lemas karena dari sisi pikirannya tentang Kalevi pun, ia juga tidak menemukan harapan di sana. “Di mana kau sekarang, Tuan besar?” lirih Soa pada akhirnya.

“Tidak, Soa! Tidak! Kau tidak boleh lembek seperti ini!” sesaat kemudian Soa menyentak memperingati dirinya sendiri. Ada pejalan kaki yang bahkan sempat melihatnya, tetapi ia sudah tidak peduli lagi jika dianggap gila. “Kau akan menghadapi hari yang besar yang jauh lebih berat! Tidur di jalan seharusnya bukan apa-apa untukmu!”

Soa menarik nafasnya dalam-dalam. Ia berusaha membangkitkan semangat di hatinya. Semua andai-andai yang terangkai di pikirannya sekuat hati ia lepas.

“Baiklah Tuhan. Aku tahu ini takdirku. Aku akan hadapi ini dan tidak mengeluhkannya lagi. Akan aku buktikan padamu aku bisa tangguh!” yakin Soa.

Wanita itu lantas membidik ke sekelilingnya dengan kedua tangan yang ia tekuk seolah itu adalah teropong di wajah.

“Ke mana aku harus pergi?” ucapnya pada diri sendiri lagi. “Timur? Selatan? Utara?” Ah! Sisi bocah Soa memang sedang keluar di saat seperti itu. “Di timur, aku akan menemukan stasiun kereta. Aku bisa tidur di tangga penyeberangan bawah tanah. Tapi... ada kemungkinan pihak keamanan akan mengusirku.

“Hem... tidak-tidak! Kakiku sedang tidak bisa berlari. Kalau di utara... ada sebuah mall besar di sana. Mungkin aku bisa bersembunyi saja di ruang gantinya?

“Eh! Tidak-tidak! Bagaimana jika semua lampunya mati? Aku tidak bisa tidur tanpa sedikit pun cahaya! Lagi pula... pasti ada cctv-nya.

“Jika aku ke selatan... –

‘TINN – TINN...’

Suara klakson itu seketika menghentikan pengamatan Soa.

Lihat selengkapnya