“Kau masih ingat dengan alasanmu kembali pada kehidupan Soa?” Yang Mulia bertanya dengan bijak.
“Tentu. Suara kalbu, Yang Mulia. Aku mengikuti suara yang ada di dalam diriku.”
“Lantas apakah kau pernah bertanya-tanya kenapa pada akhirnya aku mengizinkanmu?”
Andel tersentak sadar. Ia ingat kalau selama ini ia tidak mempertanyakan hal itu kepada Yang Mulia. Ia sudah terlalu senang dapat diizinkan kembali turun ke bumi untuk bisa dekat dengan Soa. Menyaksikan bagaimana perempuan itu dapat bertahan dengan keegoisannya, sekaligus melihat ia melawan perbudakan keluarga Jorell yang mengarah kepadanya. Semua Andel lakukan bukan karena Andel ingin tertawa di saat Soa menemukan kejatuhan nantinya, melainkan karena ia mengkhawatirkan keadaan Soa, dan ingin tetap mendoakan sahabatnya agar bisa terselamatkan. Walau ia tahu hampir tidak mungkin doanya terkabul karena Soa telah menolak misinya. Akan tetapi hanya itulah yang bisa Andel lakukan, bukan sebagai malaikat pendamping, melainkan sebagai seorang sahabat.
“A – apa... yang menjadi alasan Yang Mulia mengizinkanku? Berkenankah Yang Mulia memberitahuku?” pada akhirnya Andel bertanya.
Yang Mulia lekat memandang Andel. Matanya yang jernih mengesankan kesungguhan di sana. Sesaat kemudian ia berkata, “Karena aku percaya masih ada kesempatan untuk Soa.”
Seketika Andel terkejut lagi bercampur bingung. Ia masih tidak paham dengan maksud Yang Mulia. Ia juga tidak menduga kalau Yang Mulia menyimpan keyakinan pribadi terhadap Soa.
“Bagaimana Yang Mulia bisa menyimpan keyakinan itu? Sementara Yang Mulia tahu betul bagaimana kondisi hati Soa.”
Sejenak Yang Mulia terdiam. Pandangannya beralih pada danau indah di hadapannya.
“Misteri hati,” jawab Yang Mulia kemudian. “Semua kembali pada hati manusia yang dalamnya melebihi samudera. Tentu kau sudah paham betul dengan maksudku tentang itu.”
“Misteri hati.” Andel tenggelam berpikir. Ia memang paham betul dengan maksud Yang Mulia jika mengenai urusan hati manusia. Ia ingat bagaimana Yang Mulia pernah berkata bahwa manusia adalah makhluk yang sangat berjarak tipis dengan perubahan. Manusia adalah makhluk yang indah sekaligus mengerikan. Titik hitam di hati manusia bukan berarti musnah kala putih merajai. Sisi putih pun bukan berarti tidak ada kala gelap menguasai. Manusia yang malang selalu saja berperang di hatinya untuk bisa memenangkan sifat kasih sayang.
“Tetapi ini masih belum bisa melegakan kebingunganku Yang Mulia. Jika memang masih ada kadar kebaikan yang mencukupi di hati Soa, tentu seharusnya Soa tidak kehilangan penglihatannya terhadapku. Bukankah, butanya dia terhadapku menjadi tanda bahwa dia sudah tidak bisa lagi melihat kebenaran?!”
“Itulah sebuah kejutan yang bisa kau pelajari, Andel.”
“Kejutan?"
“Semula aku pun mengira misi telah selesai setelah Soa tidak ingin kau ada di dekatnya lagi. Namun ketika kau meminta izin padaku untuk kembali dekat kepadanya, aku pun menyadari satu hal.”
“Apa itu Yang Mulia?”