Arandra terlihat bersandar di salah satu pilar gagah istana. Ia tenggelam termenung sendiri. Berenang dalam kebimbangan yang menguasai hati. Masih terbayang di ingatannya bagaimana kesungguhan memancar dari sorot mata Soa. Bagaimana wanita itu penuh keyakinan menghampirinya untuk bekerja sama.
Arandra melihat ada sosok Soa yang dulu ia kenal. Seseorang yang berani dan keras kepala. Bahkan Arandra juga masih ingat, bagaimana tiba-tiba kenangan tawa di antara mereka terlintas sehingga mampu menghentikan hasrat melukainya.
Arandra bergerak mengangkat kedua tangannya. Ia pandangi tangan yang pernah hampir mengantarkan kematian pada Soa itu penuh saksama. Arandra ingin mempercayai Soa. Kebebasan sejati adalah sesuatu yang ratusan tahun amat ia harapkan, dan Soa pun tahu soal itu.
“Kau masih saja terlihat bimbang!” Omer tiba-tiba muncul mengejutkan dengan suaranya yang agak tinggi.
Arandra berubah bersilang tangan. Ia memilih untuk tidak menjawab apa pun ucapan Omer.
Omer berjalan mendekati sahabatnya. Sorot matanya tajam seolah ingin menegaskan.
“Kau jangan cari perkara, Arandra!” tegas Omer. “Aku tahu kau tertarik pada penawaran wanita itu!”
“Tetapi bukankah... kau juga mengharapkan kebebasan seperti yang dia tawarkan? Pulang ke tempat sejati, tanpa ada perbudakan seperti ini lagi?” Pikiran Arandra mengawang jauh. Hidup di sebuah tempat yang damai tanpa ada pengaruh kekuasaan dari keluarga Jorell dan Grazian menjadi khayalan yang mampu membentuk senyum kecil di sudut bibirnya.
“Cukup, Arandra! Cukup!!!” Omer buru-buru menumpas angan-angan Arandra. “Apa kau pikir semua itu pantas untuk setan penggoda seperti kita!!!”
Arandra tercengang mendengar hal itu. Ia memandang Omer lekat. Kemarahan ia tangkap jelas dari wajah sahabatnya.
“Dengar, Arandra! Sebaiknya kau hentikan angan-angan kosongmu atau kau akan semakin kecewa! Apa kau pikir semuanya akan mudah jika kau menuruti keinginan, Soa?!! Kau pernah gagal! Jika kau sampai gagal lagi tentu hukumanmu jauh lebih berat!!!
“Satu hal yang ingin kusampaikan sejak lama kepadamu! Ketika kau menghancurkan batu itu dan kita semua beserta kerajaan ini musnah, apa kau pikir kita akan diampuni begitu saja?!!!
“Tentu tidak, Arandra! Malaikat-malaikat itu akan membakar kita di neraka! Tidak ada ampunan bagi setan yang menyesatkan seperti kita!!!”
Arandra menarik mata dari memandang lekat Omer. Gambaran mengerikan itu sungguh amat menyiksa perasaannya, membuatnya lagi-lagi terombang-ambing untuk memutuskan.
“Mendapatkan setengah kekuatan raja tetaplah lebih baik!” lanjut Omer. “Kau sudah berhasil meracuni anak itu dengan virus kesenangan dunia! Kau hanya perlu membiarkannya menghampiri Raja!”