Andel seketika menganga tiba-tiba. Ia merasa ada yang salah dengan pendengarannya barusan. Mana mungkin Soa menulis surat untuknya? Sementara ia tahu perempuan itu tidak sudi jika ia berada di dekatnya.
Andel hilang akal terdiam mematung hanyut dengan pikirannya sendiri.
Di lain sisi, Soa terlihat menyiapkan segalanya dengan hati-hati. Ia melipat sepucuk surat yang sudah selesai ia tulis dan memasukkannya ke dalam sebuah amplop cokelat. Setelah surat itu terbungkus rapi, segera ia melepaskan ikatan balon di ujung kaki kursi, lantas berganti kini mengikatkannya pada surat tersebut.
“Aku tahu, caraku memang terlihat bodoh. Tetapi memang hanya ini yang bisa aku lakukan untukmu. Aku tidak tahu bagaimana caraku menghubungimu, sementara hubungan kita terputus dengan sangat menyakitkan.
“Aku berharap semoga langit memberiku sedikit saja kebaikan untuk menyampaikan surat ini kepadamu. Dan semoga... kau mau memaafkanku, Andel.”
Harapan itu kembali terdengar mengguncang perasaan sang malaikat. Dengan lembutnya balon magenta itu lepas dari tangan Soa. Perlahan melayang indah menuju langit biru, seakan-akan benda itu adalah seorang pegawai pos yang sedang senang hati menjalankan tugasnya.
Pandangan Andel turut melayang mengikuti benda bulat dengan tali yang terbuat dari pita putih itu. Merasa tidak ingin kehilangan balon magenta, lewat kekuatan ajaib yang ia miliki mata malaikatnya cepat-cepat menangkap apa pesan yang tertulis di sana.
‘Hai, Sahabat Malaikatku.
Ya ampun! Sungguh aku sangat kesulitan menulis surat ini.
Aku tidak pandai menulis kata-kata indah agar kau tersentuh terhadap permintaanku.
Jadi... biarkan aku mengakuinya secara langsung.
Andel, Sahabatku.
Setelah semua yang terjadi di antara kita.
Aku mohon, maafkan aku.