Untuk beberapa saat Soa dan Andel menghabiskan waktu mereka dengan saling bicara duduk bersama. Banyak hal yang mereka perbincangkan, salah satunya adalah pengakuan Andel kepada Soa bahwa selama ini ia berada di dekatnya dan mengubah diri sebagai Mona.
Jelas saja Soa kaget menerima pengakuan itu. Bisa-bisanya ia tidak mengenali Andel sama sekali baik dari sikap maupun caranya berbicara. Tak terlintas sedikit pun di pikiran Soa kalau Andel adalah Mona. Namun biar bagaimanapun Soa merasa senang menerima pengakuan Andel. Ia merasa bahwa itu berarti Andel tidak sungguh-sungguh menjauh darinya.
“Terima kasih. Kau sudah mau mengikuti suara kalbumu,” begitulah balasan Soa, yang tulus terungkap dari kata-katanya.
Sebagai Mona tentu Andel tahu banyak hal yang telah terjadi pada Soa. Ia juga mengakui bahwa ia menggunakan sedikit kekuatannya untuk mengalihkan perhatian para bodyguard itu dari mulai saat mereka ingin keluar rumah sakit, hingga mereka duduk bersama di halte bus kemarin. Untuk cerita yang satu ini ternyata justru membuat Soa tertawa. Ia mengacungi jempol karena sahabatnya itu berhasil membuatnya lolos dari cengkeraman Molly. Tentu saja, tawa gembira itu menular pada batin Andel yang ikut bahagia melihat Soa terpingkal-pingkal begitu.
“Aku juga sangat terkejut setelah tahu kau mengajak Arandra bekerja sama.”
“Soal itu. Yaaa, aku sudah melakukannya. Dan hari ini aku harus menemuinya untuk bisa tahu apa jawaban dia.”
“Kau sudah yakin dengan keputusanmu?”
Soa menarik nafasnya dalam-dalam. “Sebetulnya... masih ada yang mengganjal di pikiranku.”
“Apa? Apa itu? Apa itu tentang perasaanmu pada Arandra?”
Soa terdiam menanggapi hal itu.
“Aku sudah kembali menjadi pendampingmu,” tutur Andel setelah agak lama menanti jawaban. “Katakanlah apa yang mengganjal pikiranmu, Soa. Karena aku tidak ingin membaca pikiranmu.”
Soa mengangkat alisnya heran. “Kenapa tidak kau lakukan?"
Malaikat itu tersenyum kecil mendapati pertanyaan Soa. “Melihat kedewasaanmu... aku jadi berkeinginan menghormati privasimu.”
Kini Soa turut tersenyum lebar. “Jadi aku harus menggunakan banyak mulutku sekarang?”
“Jika menurutmu itu baik untuk diucapkan.”
“Hehehe, baiklah kalau begitu. Aku ingin meminta sesuatu darimu.”
“Oh ya? Katakanlah. Aku akan memenuhinya.”