Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #175

Ayah Calon Presiden | 175

Semalaman sudah Ken menginap di hotel bersama Soa dan Kalevi. Sekitar pukul 10 pagi, mereka sudah keluar dari sana untuk kembali mengantar Ken pulang ke rumah. Masih ada sikap kaku antara Soa dan Kalevi. Namun keduanya masih saja berusaha menyamarkannya dari penglihatan Ken.

Dengan jemputan yang diberikan Daniel, Soa bersama suami dan adiknya tiba di rumah baru orang tua mereka. Rumah yang sama sekali tidak Soa duga bahwa bangunan itu begitu mewah dan megah. Terletak di kawasan elite, terdiri dari tiga lantai, dan dilengkapi dengan kolam renang.

Sebetulnya Soa menyayangkan karena pada akhirnya sang ayah tetap menjual rumah peninggalan kakek neneknya dan memilih pindah ke rumah yang baru. Rumah lama mereka sudah banyak menyimpan kenangan, terlebih Soa pun tahu dengan cara apa ayahnya mendapatkan rumah baru itu.

Hari itu adalah hari pertemuan pertama Soa dengan ayah dan ibunya setelah ia pulang dari rumah sakit. Karen sang ibu begitu menyambut Soa dengan hangat. Bukan itu saja, Karen bahkan sempat menitikkan air mata harunya melihat Soa yang cukup lama tidak sadarkan diri di rumah sakit, kini sudah bisa duduk bersamanya lagi dan memeluknya.

Soa pun merasakan hal yang sama seperti ibunya. Ia senang masih bisa memiliki kesempatan untuk bertemu dengan wanita yang ia cintai. Terlepas ia tahu bahwa ibunya tidak memiliki kekuatan untuk menyadarkan sang ayah, terlepas ia tahu sang ibu pernah terlibat untuk mengorbankan Ken. Akan tetapi Soa tetap menyayangi wanita itu apa adanya. Wanita yang lebih banyak mengalah, untuk keharmonisan sebuah keluarga.

Sikap hangat Karen yang menyambut kedatangan Soa sayangnya bertolak belakang dengan Felix. Ia lebih terkesan dingin, tak ada kerinduan terpendam yang Soa lihat dari sorot mata ayahnya. Tidak banyak yang Soa dapat dari Felix. Hanya sebuah pelukan singkat, sedikit basa-basi mengenai keadaannya, lalu Felix pun pamit pergi karena merasa ada urusan yang lebih penting.

Mendapati sikap dingin itu. Kini Soa menyadari jarak hatinya dengan sang ayah sudah semakin menjauh saja. Ia mencoba untuk tidak lagi menggubris perasaan sedih atau kecewa di hatinya. Buatnya yang terpenting ia sudah berjumpa dengan Felix sebelum esok berusaha menjalankan misinya.

“Ayah sekarang tambah sibuk. Sampai-sampai tidak ingin bergabung dengan kita,” Ken yang menyadari hal itu membuka keluhannya saat mereka bersama-sama duduk di ruang tengah. “Padahal sulit sekali untuk kita berkumpul seperti sekarang.”

Soa dan Kalevi hanya tersenyum mendengar keluhan Ken. Berbeda dengan Karen yang lebih ingin menenangkan anak bungsunya dengan kata-kata.

“Tidak apa-apa, Ken. Lain waktu kita bisa membuat janji dengan ayah dan kedua kakakmu ini untuk berkumpul lagi.”

Soa tertunduk diam mendengar ucapan ibunya. Tak terkecuali Kalevi, ia yang melihat sikap Soa juga tidak menjawab apa pun.

“Mana mungkin! Ayah lebih tertarik pada urusan politiknya.”

Ucapan Ken seketika mengejutkan Soa. “Apa?! Ayah berpolitik?” Soa lantas menoleh pada ibunya. “Benar begitu, Bu?”

Karen terdiam sejenak, sebelum akhirnya ia mengiyakan dengan berat hati ucapan putra bungsunya.

“Ayah bilang sebentar lagi dia akan menjadi presiden Denzel,” Ken lagi-lagi memberi kabar mengagetkan.

Lihat selengkapnya