“Hai! Soa. Hari ini aku datang berkunjung dengan membawa biolaku.” Setiba di pemakaman, Ken langsung menyapa di depan pusara kakaknya. “Tenang saja. Hari ini aku tidak akan memecahkan telingamu dengan tangisanku. Tetapi aku akan memainkan biola ini untuk menghiburmu.”
Kalevi yang setia berdiri di belakang Ken turut tersenyum mendengar ucapan bocah itu. Ia lalu melihat Ken yang cekatan langsung mengeluarkan biolanya dari dalam tas khusus. Anak itu mengambil ancang-ancang, lalu tidak lama kemudian alunan musik menyentuh itu mengisi keheningan suasana.
Kalevi terpana. Ken begitu indah memainkan biolanya. Waktu yang berlalu telah membuat anak itu semakin terampil saja. Ia terlihat sangat menikmati permainannya, menularkan rasa itu kepada siapa saja yang turut mendengar.
Di sisi lain Kalevi hening di tempatnya berdiri. Gesekan bernada itu membuat perasaannya terasa hangat. Kesedihan dan amarah seakan menjadi pasir yang perlahan lenyap beterbangan. Ada keyakinan di hati Kalevi, bahwa Soa juga sedang turut serta merasakan permainan indah dari adik bungsunya.
Kalevi merasa bersyukur dengan potensi yang Ken miliki. Tuhan sudah menitipkan bakat indah padanya. Dan lewat usaha tulus Ken sendiri, ia berhasil menggunakan bakat yang dititipkan Tuhan dengan sangat baik untuk menghibur orang-orang yang ada di sekitarnya.
Di tengah permainan itu, di dalam hati Kalevi sempat berjanji. “Ken! Biarpun aku sudah tidak bersama kakakmu lagi. Aku berjanji kalau aku akan tetap menjagamu, jauh lebih baik dari aku menjaganya.
“Aku tidak akan melepaskanmu, sampai kau bisa menjaga dirimu sendiri. Aku akan menjagamu, sampai nyawaku menemui ujungnya.
“Tidak akan aku biarkan mereka menyesatkanmu. Kau harus tetap lurus Ken, sebagaimana kakakmu yang teguh meluruskan hatinya kepada Yang Kuasa.”
Begitulah tekad bulat hati Kalevi yang ingin menjaga Ken agar tidak terbawa arus yang dibuat oleh orang tuanya. Sungguh Kalevi merasa khawatir akan hal itu.
Orang yang paling terdekat dengan Ken saat ini tinggallah Felix yang tamak dan Karen sang pencinta buta. Kalevi akan berusaha mencari cara, bagaimana agar Ken bisa jauh lebih dekat dengannya bahkan berani untuk meninggalkan Felix dan Karen selagi mereka tidak bisa berubah.
Di tengah lamunannya itulah, tanpa sengaja mata Kalevi menangkap pandangan tidak biasa. Kedua mata itu melihat ada Soa di samping batu nisannya. Berdiri dengan gaun putih yang indah sedang tersenyum hangat ke arah Ken yang memainkan biola.
Kalevi seketika terpukau. Waktu seakan berhenti untuknya. Soa terlihat begitu memesona. Rambutnya tergerai indah, wajahnya berseri-seri sama sekali tidak menunjukkan bahwa ia pernah terluka parah.
Melihat wanita itu bagaikan melihat setangkai bunga Tulip yang mekar sempurna. Kalevi tidak dapat berkata apa-apa, untuk beberapa lama hanya mampu memandangi wanita itu saja di temani alunan biola.
“Paman, Levi!” panggilan Ken menyadarkan pria itu. Seketika ia langsung terkejut gelagapan menunduk ke arah Ken. “Ayo kita pulang!”