Sepanjang jalan mengantar Ken pulang, entah mengapa Kalevi merasa tidak enak hati. Pikirannya hanya dipenuhi oleh Soa.
Kalevi sebetulnya juga agak bingung, Soa sudah tidak ada lagi bersamanya. Wanita yang ia cintai telah tenang di kehidupan barunya, namun entah mengapa Kalevi malah merasa cemas. Ia memiliki kekhawatiran seakan-akan Soa masih hidup dan bahaya sedang mengintainya.
“Apa Paman kurang enak badan?” Ken yang duduk di samping Kalevi yang sedang mengemudi bertanya agak khawatir.
“Oh! Aku tidak apa-apa, Ken.”
“Benarkah? Lantas kenapa sepulang dari rumah Soa yang baru, Paman hanya diam? Apa ada masalah?”
Kalevi tersenyum mendengar sebutan Ken terhadap makam Soa.
Rumah baru, begitu bocah itu menyebutnya. Sempat Kalevi mengelus kepala Ken, ia merasa senang dengan cara bicara anak itu. Pertanyaannya menunjukkan kedewasaan dan Ken juga mampu memiliki kepekaan atas sekitarnya.
“Aku baik-baik saja, Ken. Mungkin aku hanya... sedang merindukan kakakmu.”
Ken mendadak tertunduk lesu. Menyesal Kalevi mengatakannya, padahal ia tidak ingin perbincangan ini menjadi perbincangan yang menyedihkan.
“Maafkan aku, Ken. Aku tidak bermaksud membuatmu sedih. Aku harap lain waktu kita bisa membicarakan kakakmu, dengan hati yang senang.”
“Hati yang senang?”
“Yaaa. Aku yakin Soa juga akan lebih senang jika kita membicarakan hal-hal yang membahagiakan tentangnya. Dia tidak ingin kita hanyut dalam kesedihan tiap kali kita mengingatnya.”
“Begitu, ya.” Ken menimbang-nimbang, agaknya ia mulai setuju. Itu tergambar dari kesan yang ditampilkan di wajahnya. “Jadi aku harus mulai melupakan saat di mana kabar duka itu aku dengar kan, Paman?”
Kalevi yang mendengar pertanyaan mendalam Ken merasa perlu menepikan mobilnya. Ia yakin pembicaraan ini akan sedikit panjang.
Setelahnya, “Kita tidak akan bisa melupakan hal itu, Ken. Tetapi kita bisa menerimanya.”
Ken berpikir serius. Tidak lama kemudian ia sudah mulai bisa memahami. “Baiklah Paman, aku akan belajar menerimanya.”
“Bagus! Benar kata kakakmu. Kau memang anak pintar.”
“Walau ini sama sulitnya dengan melupakan,” lanjut Ken kembali berubah sendu. “Apa lagi sebelum mendengar berita tentang Soa aku sempat melihat darah.”