Petaka Grazian

Yulian Juli
Chapter #202

Hai Kalevi | 202

Pertemuan Kalevi dengan ke empat sahabat Soa telah meninggalkan kesan mendalam di hatinya. Setelah berpisah dengan mereka, Kalevi yang merasa perasaannya sudah lebih baik memutuskan untuk kembali ke Taman Kota Melvin. Ia mengendarai mobilnya lagi setelah beberapa waktu tidak mengunjungi tempat itu.

Selang dua puluh menit kemudian, Kalevi sudah tiba di Taman Melvin. Di saat bersamaan jam sibuk masyarakat kota juga sedang berlaku. Itu membuat Taman Melvin terlihat sedang sepi. Hanya beberapa orang yang kebetulan tertangkap mata Kalevi. Di mana sebagian besarnya adalah petugas kebersihan yang sedang menjalankan tugasnya untuk membersihkan taman seluas 1,7 hektare itu. Selebihnya... bisa dipastikan adalah orang yang sedang menganggur seperti dirinya.

Seperti yang menjadi kebiasaan Soa. Kalevi lagi-lagi mengambil duduk di salah satu bangku taman. Ia sendirian, merenungi keadaannya menyelami kesunyian.

‘Kau harus tetap yakin, Tuan. Akan tiba saatnya kau mampu berjumpa dengan malaikat itu. Kau dan Soa, akan menjadi sepasang kekuatan yang dapat melumpuhkan kekuatan gelap. Tidak ada yang lain, hanya kalian yang dipilih Tuhan.’

‘Kau harus yakin, Tuan. Jangan biarkan dirimu lemah oleh bisikan yang mengganggu hatimu.’

‘Jangan pernah menyerah memanggil malaikat itu dengan hatimu. Bukankah suara hati bisa menembus hingga ke penjuru langit?’

‘Kami akan berdiri di tempat kami. Mendukung dan mendoakan kalian sepenuh hati kami, sepenuh tulus kami, agar kalian berdua mampu menjalankan misi ini. Jangan rendah diri lagi!’

Kalevi tertunduk seraya memejamkan matanya. Kata-kata pereda sesak hati yang di berikan oleh Max, Hanna, Zoe, dan Dori masih sangat terngiang-ngiang di dalam ingatannya. Kalevi ingin menjadikan kata-kata itu sebagai penyemangat. Penyemangat yang dapat menjadi penguat niat untuk ia bisa sabar menunggu malaikat yang ia nantikan datang.

“Mereka sudah mendukungku, Soa. Bantu aku memanggilnya dengan hati,” lirih pria itu dalam kesunyian batinnya. Air matanya seketika terlihat menetes. Menetes begitu lembut, tanpa bisa dicegah olehnya lagi. Harapan dan kebingungannya masih menjadi satu.

‘Itu karena kami mempercayai apa yang Soa percaya. Soa yang galak, Soa yang ceria, Soa yang baik hati, dan Soa yang bukan pendendam.’

‘Soa yang bukan pendendam.’

Lihat selengkapnya