Setelah pertemuan hari itu, Kalevi kembali pulang ke tempat tinggalnya seperti biasa. Sepanjang jalan ia berpikir bagaimana agar dirinya bisa terlibat lagi di perusahaan menjadi seorang Kalevi Jorell seperti dulu. Jika ia berubah tiba-tiba tanpa alasan jelas, tentu saja orang rumahnya akan curiga. Apa lagi mengingat ia pernah membantu Soa.
Setibanya di rumah Kalevi dikejutkan oleh kehadiran Megha di ruang tamunya. Kehadiran wanita itu tentu semula membuat Kalevi heran. Dengan alasan urusan pekerjaan dengan Daiva, Megha menyapa Kalevi dengan begitu hangat. Berbeda dengan sikap dingin yang ia berikan jauh sebelumnya.
Molly juga sempat Kalevi lihat menjumpainya, menyapa ramah seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka.
“Apa kau masih ada urusan pekerjaan lagi setelah ini, Megha? Jika tidak, ikutlah menikmati kudapan sore bersama kami. Apa lagi sudah ada Kalevi di sini, tentu kalian ingin bernostalgia sejenak.”
Jelas saja keramahan Molly kepada Megha membuat Kalevi yang sekarang lebih jeli curiga. Ia tidak mau ditipu oleh keluarganya lagi terutama Molly. Mengingat ia pernah meminum minuman yang ternyata setelah ia selidiki mengandung obat tidur.
Semula Kalevi tidak ingin merespons Megha. Ia tidak ingin dipermainkan perasaannya oleh kedua wanita itu. Namun kini berbeda dari sebelumnya yang di balas dengan pembangkangan keras, sekarang Kalevi terlihat membiarkan niat kakaknya terjadi.
Beberapa hari terjadi, lewat pendekatan Megha yang ia manfaatkan, Kalevi pun akhirnya kembali menjadi Kalevi seperti dulu. Ia memutuskan bergabung lagi di perusahaan dan terlibat dalam permainan bisnis keluarga. Tentu hal itu sangat membuat Molly puas. Walau di lain sisi Molly tidak betul-betul mengharapkan Megha sebagai iparnya, sesungguhnya ia ingin Kalevi berjodoh dengan wanita yang berdarah Jorell.
“Jika saatnya sudah tepat, aku akan menjauhkan wanita biasa itu lagi dari Kalevi.” Begitulah kalimat penegasan yang Molly katakan pada suaminya Daiva. Di saat pria itu pernah bertanya apakah ia yakin mendekatkan Megha lagi kepada Kalevi.
Cukup lama Kalevi tidak bertemu Andel lagi. Entah sudah berapa minggu juga bulan, ia mengisi hari-harinya yang kosong dengan berusaha senormal mungkin di mata kedua kakaknya. Pergi ke kantor, menjalankan perusahaan, pertemuan sana-sini, dan pesta. Ya, pesta. Namun hal itu hanyalah sebatas raga Kalevi. Hatinya tetaplah mengarah pada satu tujuan, yaitu menjalankan misi yang ia emban. Perbuatannya hanyalah bagian dari salah satu strateginya agar tetap bisa memiliki akses ke dalam rumah itu bahkan ke ruang rahasia.
Suatu hari Daiva memberi Kalevi pertanyaan sulit. Pertanyaan yang entah sudah berapa kali ia terima sejak ia berusia 21 tahun.
“Kapan kau akan bersumpah setia, Kalevi?” ucapnya saat mereka berada bersama di meja makan.
Sungguh pertanyaan itu berat untuk Kalevi. Masalahnya mana mungkin ia ingin melakukan hal itu? Tetapi jika menolak, Kalevi tahu betul mereka akan curiga.
“Bagaimana ini? Aku masih belum mendapat kabar dari Andel,” batin Kalevi cemas. “Tuhan, tolong bantu aku, untuk memberi jawaban yang paling tepat.”
“Kalevi, apa kau dengar apa yang ditanyakan kakakmu?” Molly yang tak sabar menanti jawaban memuaskan keluar dari mulut adiknya seakan-akan ikut mencecar.
“Ya. Aku mendengarnya.”
“Kau setuju bukan? Untuk berjanji setia,” tambah Molly.