Jeritan suara kesakitan dan memohon pertolongan itu menggema nyaring. Silih berganti tak sedetik pun berhenti.
Ledakan yang baru saja terjadi membuat para jiwa terpental, terluka dan menderita. Walau luka itu tak mengeluarkan darah, namun rasa sakit bagaikan ditusuk besi dari ujung kaki hingga ujung kepala tetaplah bisa dirasa.
Satu negeri itu bergelimpangan, di telan celaka yang tidak disangka-sangka.
Bangunan tinggi yang selalu dibangga-banggakan itu kini telah luluh lantak. Hancurnya bagaikan porselen yang terjatuh di atas lantai, pecah berkeping-keping. Taman yang indah pun kini berganti menjadi tanah hitam. Hewan, pepohonan, dan bunga-bunga di atasnya bahkan ikut dilenyapkan oleh ledakkan energi hebat barusan. Suram, benar-benar amat suram.
Sungguh memilukan kerajaan itu. Para manusia pengikut setia bak semut-semut kecil yang tak berdaya upaya. Kekuatan mereka hilang entah pergi ke mana. Tak ada jejak kekuatan, yang tersisa hanyalah sebuah kelemahan.
“Oliver, bagai – mana keadaanmu?”
“Ini – sakit sekali, Alton. Apa aku – akan mati untuk yang kedua – kali?”
“Jangan bodoh – mana mungkin kita akan mati lagi."
“Ya. Kau benar. Padahal – aku lebih baik mati lagi dari pada merasakan sakit seperti ini. Tidak adakah, yang dapat menolong kita? Akh! Tubuhku sulit digerakkan.”
“Aku – tidak tahu. Bertahanlah.”
“Di mana para tentara itu?”
“Mereka bahkan kepayahan.”