Petaka Kala Itu

Jia Aviena
Chapter #1

Pondok Pesantren Modern At-Tin

Pintu kedatangan dijaga ketat oleh para petugas keamanan, bus-bus, mobil dan kendaraan bermotor turut meramaikan pintu kedatangan yang telah padat dengan kedatangan para calon santri juga wali calon santri yang mendampingi. Di loket pendataan kedatangan penuh, barisan calon santri mengantri panjang terdiri 5 baris yang memanjang hingga ke ujung jalan.

  Di tengah antrian panjang dibaris ke 4 suara tangisan bayi terdengar kencang digendongan seorang ibu wali calon santri, kakaknya yang merupakan calon santri membantu Ibunya membawakan barang- barang di kedua tangannya, badannya kecil dan kurus tangannya terlihat berusaha keras untuk membawa barang yang berat melebihi kapasitasnya. Pria paruh baya berbadan tinggi menghampiri, dia merupakan petugas keamanan, pria itu mengarahkan sang ibu agar duduk ditempat yang telah disediakan untuk para tamu yang memiliki bayi.

“Ouh iya pak, saya tidak tahu sebelumnya dimana tempatnya pak?” ujar sang Ibu

Petugas keamanan itupun membantu membawa barang- barangnya mengantarkan Ibu dan bayi meninggalkan sang kakak yang harus tetap mengantri untuk pendataan kedatangan. Gadis kurus itu terlihat lebih lega setelah Ibu dan adiknya mendapat tempat nyaman untuk beristirahat. 

Seorang calon santri lain di baris ke tiga mengenakan gamis merah dengan kerudung hitam sedari tadi memperhatikan gadis itu, tatapannya memperlihatkan kemirisan tanpa empati. Hatinya tidak menunjukan emosi apapun, malahan terheran dengan gadis itu yang mau mendaftarkan diri sebagai santri di tengah kerepotan keluarganya. Lalu kemana juga ayah mereka membiarkan anak dan istrinya terlantar di tengah keramaian.

“Ana,” panggil sang Ayah yang berada di luar barisan menunggu anaknya antri kedatangan calon santri.

Gadis bergamis merah itu menengok ke arah suara, melihat ayahnya melototinya dan menggerakan tangan seperti tukang parkir yang memberikan aba- aba maju ke kendaraan. 

“Hei, sampai kapan kamu membiarkan kekosongan di depanmu!” Bentak orang di belakang Ana.

Ana yang sedari tadi memfokuskan perhatiannya ke arah lain membuatnya tidak menyadari bahwa orang di depannya sudah maju cukup jauh. 

Usai mengantri panjang pendataan kedatangan, Ana malakukan pemeriksaan barang. Ana membawa 1 koper besar dan 1 ransel, petugas pun memeriksa semuanya mencari barang- barang yang dilarang di Pesantren ini seperti permen, ciki, mie instan dan barang elekronik juga handphone dilarang disini. Tidak hanya koper dan tas, Ana juga di periksa pakaian yang di pakainya. 

Ana tidak menduga ini sebelumnya, dia kira hanya barang- barangnya saja yang diperiksa hingga dia menyembunyikan banyak barang terlarang di balik gamis merah yang dia kenakan. Dan semua barang itu berjatuhan ketika petugas memeriksa dirinya. Dengan berat hati barang- barang itupun disita atau dibawa pulang kembali oleh ayahnya. Tapi, ayahnya menolak untuk membawa pulang, Ayah Ana merasa malu melihat perilaku anaknya yang menyembunyikan banyak barang yang tidak diperbolehkan disini hingga membiarkan barang- barang itu disita.

“Ayah... jangan gitu dong, minimal bawa pulang handphone Ana, Yah. Please...” Ana membujuk Ayahnya dengan wajah yang ia buat semenyedihkan mungkin.

Ayahnya tidak mau terlalu keras dengan putri semata wayangnya, dan mengambil handphone Ana, sedangkan makanan yang Ana bawa dibiarkan disita oleh petugas.

Setelah pemeriksaan barang Ana melakukan tes urin dengan menggunakan air kemih, petugas memberikan sebuah wadah kecil dengan tutup putih yang diberikan nama calon santri di atasnya, petugas itu menyuruh Ana mengisinya dengan air kemih. Ana teridam sejenak dan tidak habis pikir bahwa dia akan diminta air kemihnya, sedangkan dirinya baru saja dari kamar mandi untuk buang air kecil.

Ana pun pergi ke kamar mandi, dia melihat seorang calon santri lainnya mencari orang yang berwajah baik dan polos untuk diminta air kemihnya, lagi pula air kemih yang dibutuhkan hanya sedikit tidak harus banyak.

Seorang gadis berkerudung kuning membawa wadah yang berisikan air kemihnya, lucunya gadis berkerudung kuning itu mengisinya sampai penuh. Ana melihatnya sambil menahan tawa, padahal petugasnya mengatakan hanya perlu diisi seperempatnya saja.

Ana menghamipiri gadis berkerudung kuning itu, dia meminta air kemih itu dan memberikan alasan dia tidak bisa mengeluarkan air kemih untuk saat ini. Namun, gadis itu menolak.

“Aku sengaja mengisinya dengan penuh, agar saat dibuka air kemih ini kemana- mana mengotori meja petugas hahaha.” Ana terkejut dengan jawaban si gadis berkerudung kuning ini membuatnya merasa takut.

Lihat selengkapnya