Petaka Kala Itu

Jia Aviena
Chapter #2

Pertemuan Ana dan Matahari

Terdengar suara berisik canda tawa di kamar 201 gedung asrama putri yang terletak di lantai 2 paling ujung blok A. Di lantai satu gadis bergamis putih bersama kakaknya melepas alas kaki. Kakaknya mengenakan rok, kemeja dan berjas, tergantung nametag di lehernya tertulis panitia.

Kakak dan adik mendengar suara berisik itu di lantai satu, mereka pun menaiki tangga dan berjalan menuju kamar sang kakak. Gadis bergamis putih itu diam saja sepanjang jalan, kakaknya pun tidak mengajak bicara. Mereka kelelahan sepanjang hari telah berkegiatan. 

Di lorong selasar asrama blok A, semua lampu kamar mati dan tidak berpenghuni kecuali kamar 201. Kamar itu diperuntukkan kakak- kakak panitia yang baru naik ke kelas 12, sebagai senior mereka tidak libur di tengah santri- santri lain yang sedang di luar pondok pesantren untuk berlibur selama sebulan, sedangkan kakak-kakak itu harus menjadi panitia penerimaan santri baru. Itu sudah menjadi keharusan yang akan dirasakan pula para angkatan di bawahnya nanti ketika telah menginjak kelas 12.

Assalamualaikum...” Ucap sang kakak dengan lemas disusul salam adik yang tidak terdengar.

Waalaikumsalam, Bunga udh dateng...” Suara tawa berhenti.

Sekelompok orang yang membentuk lingkaran di ruang tengah kamar 201 adalah pemilik-pemilik tawa yang terdengar sampai lantai satu. Mereka menengok ke arah pintu, Bunga anggota kamarnya datang bersama sang adik. Mereka melihat sang adik bergamis putih di belakang Bunga.

“Eh ada Matahari...” Sapa salah satu anggota kepada sang adik.

Matahari dengan energi yang tersisa bersalaman dengan seluruh anggota kamar kakaknya yang berjumlah 5 orang tidak terhitung Bunga. Mereka anggota kamar Bunga sedang luang di hari ini, tugas mereka dibagi per hari dan Bunga mendapat jatah di hari ini sepanjang siang hari.

Sebelumnya Matahari sudah pernah datang ke kamar 201, di tahun lalu saat Bunga di kelas 11 di hari penjengukan. Matahari pun sudah mengenal semua anggota kamar kakaknya itu. Wanita berkaos biru bernama Alin, teman kakaknya yang paling dewasa jika dilihat dari parasnya sedangkan sifatnya seperti seusianya. Baju tidur hijau bernama Ulya, pemilik wajah paling ceria di kamar ini, sangat ramah dan suaranya yang melengking pun paling terdengar sampai kemana-mana saking kerasnya seperti toa. Lalu ada Maya yang mengenakan kaos kuning, si paling suka warna cerah, warna kulitnya pun sangat cerah putih seperti susu, si paling cantik di antara yang lainnya. Kemudian Dewi, dia punya wajah yang menakutkan, alisnya tebal, matanya tajam, hidungnya mancung dan rahangnya tegas membuat orang yang baru pertama melihatnya merasa terintimidasi, tapi dia yang paling perhatian dan peduli dengan anggota lainnya. Dan terakhir ada Naya, dia yang paling pintar di sini tidak banyak bicara, namun tertawanya sama kerasnya dengan yang lainnya.

Bunga langsung tergelatak di kasurnya, mengabaikan Matahari yang sedang di ajak bicara oleh teman-temannya. Di kamar itu terdapat lima ranjang bertingkat dua atas dan bawah. Bunga menempati ranjang bawah di pojok dekat jendela. Dari jendela dapat terlihat pohon-pohon lebat dan besar mengayun-ngayun karena angin cukup kencang di bulan ini, gorden kamar belum ditutup oleh anggota kamarnya. Bunga tidak mempedulikan apa-apa kecuali memanjakan badannya yang pegal-pegal. Tidak sadar menutup mata di atas kasurnya.

Sudah larut malam, asrama putri pun sangat sunyi dan tidak terdengar lagi suara langkah satpam yang biasanya berkeliling di malam hari memastikan keamanan asrama di tiap lantai terjaga. Di kamar 201 penghuni kamar telah tertidur pulas. Matahari tidur di ranjang atas bersama Dewi karena sang kakak tertidur dengan merebahkan badannya ke seluruh kasur tanpa menyisakan untuk Matahari tidur disampingnya. 

Di tengah kesunyian malam, Bunga membuka sedikit matanya dengan keadaan setengah sadar. Kemudian dia membuka mata sepenuhnya terkejut dengan apa yang dilihatnya. Gamis putih tergantung di ranjangnya, hal itu membuat Bunga berkeringat dingin karena syok. Bunga menenangkan dirinya sendiri, mengeluh di hatinya akan kelakuan adiknya yang menggantung baju di ranjangnya.

Bunga melihat ke jam tangannya, menyadari telah pukul 00.00 dia langsung bangun dan pergi ke kamar mandi mengmbil air wudhu. Dia lupa melaksanakan Sholat Isya, teman- temannya sudah membangunkan namun dia tidak terbangun. 

Usai berdoa, Bunga merasakan hal aneh, bulu kuduknya merinding, terdengar suara orang mengetuk pintu. Berusaha memberanikan diri Bunga membuka pintu dan mengecek kondisi di luar kamar. Menengok ke arah blok E dan melihat sepanjang blok A tidak ada siapapun semua kamar gelap karena sedang berlibur. Namun suara ketukan pintu pun sudah tak terdengar lagi. Ketakutan Bunga semakin bertambah, ia pun menutup dan mengunci kembali pintu.

Lihat selengkapnya