Fildzah menuruni tangga tengah, dia baru saja dari kamar penginapan sementara di lantai 3. Di belakangnya dia membawa ransel kecil, jika dilihat dari luar ranselnya sangat padat dengan barang-barang yang ada di dalamnya. Sama seperti calon santri yang lainnya dia mengenakan gamis putih dengan kerudung yang senada. Wajahnya yang putih membuatnya sangat cocok dengan kerudung putih segi empat di wajahnya, cara dia memakai kerudung pun sangat rapih seperti sudah ahli memakaiannya dibandingkan calon santriwati yang lainnya sering kali kerudungnya miring, terlalu mundur atau terlalu maju. Sedang Fildzah memakainya dengan posisi tegak dan di tengah, tidak miring kesana kemari.
Di lantai 2 para wali calon santri telah bubar, padahal Fildzah mencari orang tuanya yang sedang briefing perihal ujian tes tulis hari ini. Memastikan kembali apakah orang tuanya masih di lantai 2 atau telah pergi. Fildzah menyelusuri seluruh lantai dua dari mulai tengah, koridor utara, koridor selatan juga timur dan barat. Fildzah tidak menemukan keberadaan orang tuanya.
Fildzah mengamati sekitarnya memastikan tidak ada petugas keamanan maupun panitia dari kalangan guru, dia mengeluarkan handphone dari dalam ranselnya. Fildzah cukup berani membawa barang yang dilarang karena dia lulusan MI Pesantren At- Tin, telah banyak yang dia ketahui tentang pesantren ini maka dari itu dia bisa memprediksi keadaan dan tahu cara menghadapi situasi disini.
“Halo, Mama ama Papa dimana?” Fildzah menelpon Mamanya.
Ternyata orang tua Fildzah sedang di Kantin membeli makan, mendengar itu Fildzah pun menyusul mereka, mematikan telepon dan menyembunyikan kembali handphonenya di dalam ransel. Dia pun turun ke lantai satu.
“Panggilan kepada Matahari Sidqiyyah agar ke sumber suara sekarang juga.” Sebuah pengumuman panggilan terdengar jelas saat Fildzah berada di lantai 1.
Di meja informasi terlihat gadis berkemeja kotak- kotak denga rok hitam yang berdiri seperti menuggu seseorang, wajahnya kesal namun juga ada kekhawatiran di matanya. Mata tidak pernah bohong, bibir gadis kotak- kotak itu memang manyun tapi matanya terbuka lebar dan terus menerus berkedip, tubuhnya pun terlihat sangat kelelahan dengan napas yang tersengah- sengah. Fildzah menghampiri gadis itu.
“Kak Bunga…” Sapa Fildzah yang mengenal gadis kotak- kotak itu.
Fildzah yang sudah sedari MI di pondok ini pernah di bimbing mengaji oleh Bunga di Asrama Al- Barkah. Saat kelas 11 para santri akan di tugaskan untuk mengajarkan Tahfidz dan Mahfudhat kepada adik- adik bawahnya mulai dari MI sampai dengan kelas 10. Dan Bunga mendapat bagian mengajarkan anak MI di asrama Al- Barkah. Dari sanalah Fildzah dan Bunga saling mengenal.
“Iya Kak, kakak kenapa kok kaya ada sesuatu gitu?” Fildzah bertanya kepada Bunga. Namun belum sempat di jawab Matahari datang Bersama Ana menghampiri Bunga.
Bunga yang melihat kedatangan mereka langsung memukul keras punggung Matahari, membuat Matahari meringkih kesakitan.
“Sakit Kak,” ringkik Matahari. Ana yang ada disamping Matahari menyapa Bunga dan salim kepadanya. Sedangkan Fildzah masih berdiri di sebelah Bunga melihat situasi di hadapannya.