Petaka Kala Itu

Jia Aviena
Chapter #9

Ada Apa dengan Ana?

Hari sudah petang, cahaya rembulan nampak terang membantu malam yang gelap gulita. Udara sangatlah sejuk angin berhembus perlahan, tidak terlalu kencang maupun pelan. Suasana jalan di pondok pesantren modern At- Tin sepi, hanya ada satpam yang bertugas berkeliling memantau jalanan. 

Seluruh santri berada di Masjid sejak sore hari sampai sholat Isya nanti, mereka menjalankan kegiatan seperti biasanya membaca Al-Quran dan menghafalnya. Lalu disetorkan kepada Mustami’ yang telah ditentukan.

 Adapun nantinya bagi santri yang tidak memenuhi target hafalan akan dikenakan hukuman, hal tersebut diberikan agar para santri terpacu untuk menghafal dan lama-lama akan terbiasa kemudian mereka lebih mudah dalam menghafal.

Matahari yang hari ini tidak dapat memenuhi target terpaksa harus berdiri dan kakak pengurus masjid menasehatinya. Dia pun mendapat banyak nasehat terlebih sebagai adik dari teman kakak pengurus masjid itu. Matahari sering di banding-bandingkan dengan Bunga yang memiliki hafalan bagus, Bunga sendiri telah hafal 10 Juz dan bacaaan Al-Qurannya merdu. Itulah yang membuat Bunga sangat dikenal di angkatannya. Karena Bunga juga Matahari sering mendapat perhatian lebih dari para kakak pengurus.

Kahfa melihat ke arah Matahari dan memanggilnya bisik-bisik, dia memberikan semangat kepada Matahari. Sedangkan Ana menuliskan dukungannya di kertas kemudian di lempar ke Matahari. Hingga kakak pengurus Masjid datang dan mengomeli Ana karena di anggap membuang sampah sembarangan. Matahari tertawa mendapati Ana yang sedang di marahi kak Falah teman kakaknya.

Keakraban Ana, Matahari dan Kahfa saling terjalin, bahkan saat mendapat paket makanan dari orang tua, mereka pasti saling berbagi. 

Malam ini akan menjadi malam yang menegangkan karena belum juga ada yang mengaku siapa yang mencuri jok sepeda ustadz Fahri. Seusai shloat Isya Angkatan baru membicarakan masalah ini di Masjid ketika para kakak kelas sudah pulang semua. 

Alma sang ketua Angkatan nisa memimpin perkumpulan Angkatan baru, dia membuka pembicaraan dan mengajak teman-temannya agar bekerja sama jika memang menyadari di sekitarnya ada pelakunya. Jika belum juga di temukan Alma dengan berani akan menggeledah setiap kamar mencari jok sepeda ustadz Fahri.

Para anak-anak yang lain setuju dengan keputusan Alma, demi kebaikan bersama satu angkatan akan bekerja sama menangkap pelaku yang berada di antara mereka.

Selesai berdiskusi di masjid, angkatan baru pergi ke rumah makan untuk makan malam. 

Ana yang tadinya jalan bersama Matahari dan Kahfa tidak ikut ke rumah makan dikarenakan dia merasa sakit perut. Ana pun pergi ke kamarnya di blok C lantai empat. Kondisi lantai empat gelap gulita, belum ada orang lain yang ada di kamar. Ana yang merasa takut berusaha mengatasi ketakutannya, dinyalakannya lampu tengah. Dia pun mencari-cari letak saklar lampu di belakang tangga. 

  Ketika hendak menyalakan lampu, Ana melihat ada sosok yang berjalan di blok E, gerakannya mencurigakan. Dari belakang terlihat seperti bukan seorang perempuan, rambutnya pendek layaknya laki-laki. Ana merasa ada kejanggalan dan membatalkan niatnya untuk menyalakan lampu tengah. Dia diam-diam menghampiri orang tersebut dengan berusaha tidak mengeluarkan suara sedikitpun.

Orang itupun tidak menyadari telah di ikuti oleh Ana. Betapa syok nya Ana melihat orang itu membawa jok sepeda. Ana lari menghampiri orang itu, di tariknya tangan orang itu oleh Ana. Orang itu berteriak kesal berusaha melepaskan diri dari genggaman Ana. 

Ana dengan sekuat tenaga mempertahankan posisinya, orang itu terus berjalan sambil menyeret Ana yang tidak mau melepaskan tangannya. Orang itu pun berusaha tidak menengok ke Ana agar wajahnya tidak terlihat.

Ana berteriak meminta pertolongan dari lantai tiga yang di huni oleh kakak kelas. Mencegah teriakan Ana semakin kencang orang itu menutup mulut Ana. 

Di kegelapan mereka saling menyerang, Ana melihat wajah orang itu, wajah yang selama ini familiar di matanya. Orang itu adalah Fildzah, teman akrabnya dulu di masa pendaftaran calon santri baru.

Fildzah mencekik leher Ana kemudian meninju dengan sangat keras, Ana pun lemas dan melepaskan genggamannya. Fildzah pergi dan kabur meninggalkan jok sepeda itu di depan Ana.

Ana yang masih lemas terdiam. Tiba-tiba lampu tengah lantai empat menyala, seseorang datang menghampirinya. Tidak di sangka orang itu malah menuduh Ana sebagai pencuri jok. Ana belum bisa berkata-kata setelah dirinya hampir mati di cekik oleh Fildzah.

****

Matahari dan Kahfa berjalan mondar-mandir di depan ruang sidang asrama. Mereka ingin membantu Ana tapi tidak mendapat izin dari kakak pengurus. Padahal siang tadi Ana jelas-jelas bersama mereka dan tidak mungkin mencuri jok sepeda ustadz Fahri.

Di dalam ruang 134, tempat persidangan asrama. Berderet empat kakak pengurus yang sedang mengintrogasi Ana.

“Jadi kamu pelakunya, kenapa ga ngaku tadi siang!” Bentak Mamet.

“Ya elah, temen deketnya sendiri aja ga tau Met, malah sok-sok belain angkatan lagi.” Sindir Alin menyinggung Kahfa.

Lihat selengkapnya