Petals in the Abyss

MokkaaCinoo
Chapter #3

✦ Black Fish!? ✦

⧼ Taman Petals ⧽

Sudah lima hari semenjak aku bertemu dengan Arty. Tapi sejak saat itu, aku tidak melihat batang hidungnya sedikit pun. Ke mana dia?

Kalau saja kemarin aku membuntutinya, aku bisa tahu di mana ia tinggal. Tapi terdengar agak mengerikan, aku tidak mau dia mengira kalau aku adalah seorang penguntit.

Aku menghembuskan napasku. Kembali lagi ke awal—duduk di sini sendirian seraya menonton banyak sekali sepasang kekasih yang melewatiku tanpa merasa berdosa. Padahal aku selalu menunggu Arty di sini. Menyebalkan.

Lebih baik aku pindah tempat saja, yang ada aku bisa kepanasan di sini. Aku dengar, danau di sini punya pemandangan yang bagus. Aku akan coba pergi ke sana kalau begitu, semoga saja tidak mengecewakan.

Tapi itu tidak akan mengubah fakta bahwa akan ada banyak sepasang kekasih yang sedang berkencan sambil menaiki perahu di atas danau yang luas. Aku kapan, ya?

Taman Petals termasuk taman terbesar di kota ini. Tidak hanya ada taman bunga dan danau, bahkan sesekali mereka sering mengadakan festival, terlebih saat malam hari.

Tidak sedikit bangsawan yang datang kemari untuk sekadar mencari angin, kencan, bahkan melupakan seluruh pekerjaan berat mereka di sini.

Matahari hari ini sangat terik, untungnya aku membawa payung kali ini, payung berwarna pink dengan renda-renda putih yang selaras dengan gaunku. Jadi tidak harus merasakan sinar matahari yang menyengat.

Sebenarnya aku termasuk ke dalam jenis vampir yang lumayan berbeda. Aku kebal terhadap sinar matahari. Tanpa payung ini, aku tidak akan berubah menjadi abu seperti vampir yang lainnya.

Memang aku ini agak aneh, ya? Tapi bukankah itu adalah suatu kelebihan? Bisa berjalan-jalan kapan saja tanpa harus menunggu matahari terbenam, tanpa harus berkeliaran di kegelapan yang mengerikan, bahkan tanpa harus bergantung dengan darah manusia.

Ya, aku masih bisa hidup tanpa meminum darah manusia setetes pun. Vampir-vampir lain mungkin tidak akan bisa memasukkan makanan manusia ke dalam tubuh mereka, kecuali darah manusia.

Tapi aku berbeda, aku masih bisa menerima beberapa jenis makanan manusia. Hanya makanan manis yang bisa masuk, seperti kue, permen, dan yang mengandung banyak gula.

Kadang aku bertanya-tanya, apakah aku memang seorang vampir? Tapi aku masih bisa melayang bahkan berubah menjadi kelelawar kapan saja. Namun, aku tidak bisa sering melakukannya. Karena orang-orang di sini sangat anti dengan yang namanya vampir.

Begitu pula dengan kelelawar. Di mana ada kelelawar, pasti itu adalah vampir. Maka dari itu, sangat tidak aman bagiku berkeliaran dengan wujud kelelawarku.

Bagi orang-orang di sini, vampir adalah ancaman bagi mereka. Tidak sedikit kasus orang hilang atau mayat yang tergeletak begitu saja dengan bagian tubuh mereka terdapat bekas gigitan.

Satu hal yang paling kubenci adalah api. Aku benci melihat cahayanya, bahkan sensasi panas saat aku mendekat.

Ahh, api itu sudah mendatangkan banyak sekali memori buruk bagiku. Aku harap aku tidak akan bertemu dengannya lagi. Karena api itu juga yang sudah membakar mereka.

Tapi mau bagaimana pun, di mata para manusia-manusia lemah seperti mereka, kami adalah predator yang dapat membuat kaum mereka punah seketika. Mereka terlalu berlebihan.

“Woah!”

Tanpa sadar, aku terpleset oleh lumpur lalu jatuh ke dalam danau. Astaga, ini karena kamu kebanyakan melamun, Lucy!

“Puah—tolong!” teriakku.

Sial, aku tidak bisa berenang dengan pakaian seperti ini, berat! Aku bisa tenggelam! Gaun sialan.

Tiba-tiba ada seseorang yang ikut terjun ke danau. “Hei, pegang tanganku, Nona!” serunya. Ia merentangkan tangan ke arahku, namun wajahnya buram oleh cipratan air dan pandanganku yang kacau.

“Kemarilah!” desaknya lagi.

Suara itu terdengar familiar. Jangan-jangan—

“Puah! Arty!” seruku. Aku merentangkan tanganku, berusaha untuk menggapai tangannya yang terulur.

Kenapa danaunya dalam sekali!? Aku tidak bisa merasakan dasarnya, dan gaun sialan ini membuatku susah bergerak!

“Kena, kau!” Arty menggenggam erat tangaku lalu mendekapku, Ia membantuku keluar dari danau. Gila sekali pria ini, dia sangat kuat. Sebenarnya dia siapa, sih?

“Woah! Ugh—” Saat sudah berhasil keluar dari danau, aku malah terpeleset oleh lumpur lagi dan jatuh di atas tubuh ArtArt

“Arty! Astaga, maafkan aku. Aduhh, jadi basah semua!” Aku langsung bangkit dari atas tubuhnya. Pakaiannya terlihat sangat basah dan berlumpur, sama seperti nasib gaunku sekarang.

Yang membuatku ingin mengubur diri adalah kenyataan bahwa tadi aku menindih tubuh Arty. Wajahku langsung memerah sejadi-jadinya. Aku cepat-cepat turun dari atasnya.

Lihat selengkapnya