Petals in the Abyss

MokkaaCinoo
Chapter #5

✦ Dont Get Too Close ✦

Samar-samar aku mendengar suara ketukan pintu. Aku terbangun dari mimpiku yang luar biasa aneh—kenapa tiba-tiba saja aku bermimpi seekor pegasus memakan pelangi?

Aku mengusap mataku sedikit kasar, kulihat ke luar jendela dan tampak lah langit yang sudah mulai gelap. Aku sudah tidur berapa jam? Apa Leone tidak ada membangunkanku?

Lalu aku mendengar suara ketukan lagi. “Nona, apakah saya boleh masuk?” Itu suara Leone.

Aku langsung bangkit dari atas kasur dan bercermin. Astaga, aku berantakan sekali.

Suara ketukan kembali terdengar. “Nona? Anda di dalam?”

“Ah, masuk saja, Leone.”

Pintu lalu terbuka, menampilkan Leone di ambang pintu. “Tuan Arthur sudah menunggu Anda di taman belakang. Izinkan saya membantu Anda untuk bersiap.”

Aku hanya mengangguk pelan. Tapi kenapa tidak pakai yang ini saja, ya? Masih bagus, kok. Ah, memang kebiasaan seorang putri bangsawan kalau memakai gaun hanya sekali lalu setelah itu mereka buang atau dibiarkan begitu saja di dalam lemari atau gudang hingga berdebu dan menjadi artefak.

Kali ini, Leone memakaikanku gaun berwarna biru tua dengan hiasan bintang berwarna kuning di bagian bawahnya. Lalu renda-renda berwarna biru muda transparan yang membalut bagian atasnya. Karena gaun ini berlengan pendek, Leone menambahkan sarung tangan dengan gradasi biru kehitaman dan hiasan bintang di tepinya.

Setelah itu Leone menyisir rambutku dengan sepenuh hati lalu mengepangnya sedikit di bagian depan. Ia hanya menambahkan aksesoris berupa pita bergradasi biru tua dan biru muda dengan hiasan bulan sabit di tengah dan membiarkan rambutku digerai dengan bebas.

“Sudah selesai, Nona.” Leone menunduk dengan sopan. Aku masih sibuk memperhatikan hasil kerja Leone. Cantik.

“Oh, terima kasih, Leone. Ini terlihat sangat … indah,” ujarku dengan senyuman yang mengembang. Apa Arty yang memintanya? Apa ini kesukaannya? Atau memang hanya ide Leone saja?

Leone lalu memanduku ke taman belakang, aku penasaran—seperti apa taman belakang milik Arty? Apakah ada bunga peony di sana? Atau mungkin taman labirin? Aku bahkan tak tahu seberapa luas rumah ini.

Saat tiba, aku terkesima dengan halaman belakang miliknya yang dipenuhi dengan lampu-lampu yang menerangin malam. Aku harus memuji orang yang menghias taman ini dengan sepenuh hati.

Lalu mataku tertuju pada seorang pria yang mengenakan setelan putih sedang berdiri di pinggir taman bunga. “Arty!” seruku yang langsung berlari menghampirinya. Aku tidak peduli kalau sikapku tidak seperti seorang gadis bangsawan, karena aku memang bukan.

“Bagaimana penampilanku? Cantik?” Aku berputar-putar sambil menunjukkan gaunku yang Arty berikan padaku tadi. Tepat saat aku berputar-putar, gaun itu mengembangkan seperti bunga biru yang mekar di taman.

Arty hanya menatapku, butuh beberapa waktu hingga ia berkata, “Nona Kecil terlihat sangat manis.” Arty berjalan mendekatiku, ia lalu merapikan rambutku yang sedikit berantakan. “Hiasan itu sangat cocok denganmu.”

Pipiku langsung terasa panas, sepertinya Arty bisa langsung menyadari betapa merahnya wajahku sekarang. Matanya tertuju kepadaku, hanya saja aku tidak berani menatapnya—aku bisa pingsan!

“Terima kasih, Arty.” Aku tersenyum lembut. Sesekali aku mencuri-curi pandang—menatap mata ungu pucatnya yang memikat. Bulu matanya yang lentik, hidung mancung, serta bibir yang berwarna merah muda—membuatku ingin merasakannya, meski hanya sekali.

“Ah, ngomong-ngomong kita mau apa di sini?” Aku celingak-celinguk, melihat ke setiap sudut taman belakang milik Arty. Aku jadi penasaran dengan tempat lainnya, aku harap aku bisa berkeliling sesukaku nanti.

“Aku ingin mengajak Nona Kecil untuk berjalan-jalan malam saja, jika tidak keberatan,” ujarnya. “Karena Nona Kecil terlihat sangat suka berjalan-jalan apalagi ke tempat yang baru, bukan begitu?"

Aku tersenyum lebar, menggangguk dengan semangat. “Dengan senang hati, jika Arty tidak keberatan untuk memanduku.”

Lihat selengkapnya