Petals in the Abyss

MokkaaCinoo
Chapter #6

✦ Punishment and Confession? ✦

Aku tarik kata-kataku lagi, malam ini aku tidak akan beruntung.

“Penyusup tidak boleh pergi begitu saja dengan mudah. Mereka layak mendapatkan hukuman, bukan begitu?” bisiknya. Suaranya yang berat menggema di samping telingaku.

'Habis aku.'

Jantungku berdebar dengan sangat cepat. Arty berada tepat di belakangku, sangat dekat. Aku benar-benar tidak tahu harus bereaksi seperti apa sekarang.

“A-arty ...?” Suaraku bergetar. Apa yang akan dilakukan Arty padaku? Apa maksudnya dari sebuah 'hukuman'!?

“Pft—” Aku menoleh, menatapnya heran. Tepat saat itu juga Arty langsung tertawa lepas. Aku bengong, melotot kearahnya yang terlihat tertawa hingga puas.

“Astaga, Nona Kecil terlihat lucu sekali dengan ekspresi wajah yang seperti itu,” ujarnya, lalu baru ia melepas cengkraman tangannya.

Darahku mendidih, lalu naik ke atas kepalaku. Aku sudah tidak bisa menahan rasa maluku yang sudah tertangkap basah olehnya. Aku harus pergi dan lari dari sini sekarang juga.

“Maaf, tapi sungguh aku mengira kalau ada penyusup. Ternyata itu hanya Nona Kecil yang berkeliaran.” Arty mendekat ke arahku, aku mundur selangkah. Tanpa disangka ia menyentil pelan dahiku. “Gadis nakal.”

Aku meringis. Meski tidak terlalu keras tapi itu lumayan sakit, loh!

“Kalau Arty sudah tahu kenapa malah begitu!” geramku. Rasanya aku ingin menampar wajahnya yang terlihat angkuh.

“Begitu bagaimana?” tanyanya seraya memiringkan kepalanya.

'Jangan pura-pura bodoh!'

“Ah, sudahlah,” gerutuku, lalu berbalik.

Arty terkekeh pelan di belakang, ia lalu mengusap kepalaku dengan lembut. Terkadang sikapnya memang membingungkan. Kemarin memintaku untuk menjauh dengan sikap yang dingin, sekarang malah berprilaku hangat seperti ini seakan tidak terjadi apa-apa. Jangan bilang dia punya dua kepribadian.

Namun, terukir senyuman yang hangat di wajahnya. Membuatku luluh kembali hanya dalam seperkian detik. Aku jadi curiga kalau Arty bukan manusia, ia adalah monster. Monster yang pandai mengambil hati seorang vampir. Harusnya aku yang lebih berkuasa di sini!

“Aku belum bertanya soal kemarin.” Tatapanku menusuk matanya. Amarah masih menyelimuti diriku. Tapi anehnya, aku tidak ingin menjauh darinya. Mungkin aku sudah gila.

Arty menjauhkan tanganya dari atas kepalaku. Senyumannya yang tadi terasa hangat seketika memudar perlahan. Arty lalu menarik tanganku dengan lembut, menuntutku untuk duduk di salah satu sofa di kamarnya. Setelah aku duduk, suasana menjadi hening. Terlalu hening.

Arty tidak ikut duduk di sampingku, ia berdiri di depanku. Mataku masih fokus ke arahnya. Aku membutuhkan jawaban. Aku tidak bisa begini, perasaan ini telah menyiksaku.

Arty melirik ke arah lain, ia seperti enggan untuk menatapku. Seolah ia memiliki jawaban yang akan sulit kuterima.

“Arty ...?” Aku memanggil namanya sekali lagi. Di saat itu pula ia menghela napasnya.

Perlahan ia berlutut di hadapanku. “Ada beberapa alasan. Salah satunya, aku merasa kalau keberadaanku tidak baik untukmu.” Cara bicaranya kembali seperti saat kami pertama kali bertemu.

Lihat selengkapnya