SAAT vonis itu dijatuhkan, Bayu merasa sekelilingnya gelap padahal tidak mati lampu.
“Kamu terjangkit HIV- AIDS.”
Dokter Kristin menatapnya lembut, seolah ikut merasakan apa yang dirasakannya. Sikap dokter itu justru membuat Bayu semakin terpuruk. Rasa empatinya semakin membuktikan apa yang didengarnya barusan tidak salah, ia terkena penyakit yang belum ditemukan obatnya di belahan dunia manapun.
“Sudah positif ya, Dok?”
Suaranya tercekat di tenggorokan.
Dokter Kristin kembali tersenyum kepadanya. Lalu sambil bersandar di kursi dan melepaskan stetoskop yang menggantung di leher, dia membaca hasil lab di tangannya dengan seksama.
“Hasil test dilakukan dua kali dan keduanya positif. Angka CD4 kamu 16, nilai yang rendah. Ini menunjukkan sistem imunitas kamu terserang. Satu- satunya manfaat dari hasil ini adalah kita akhirnya tahu penyebab semua gejala yang kamu derita selama ini.”
Bayu tertunduk lesu.
“Kamu mau pengobatan enggak?”
Ia mengangkat wajahnya kembali. Matanya menyinarkan secercah harapan.
“Saya bisa sembuh dengan pengobatan itu?”
“Tidak, tapi obat itu dapat membantu daya tahan tubuh kamu supaya tidak semakin turun.”
Cahaya di mata Bayu kembali meredup.
“Tapi itu satu-satunya obat yang ditemukan dunia kedokteran saat ini yang bisa membantu penderita B20. Kamu tidak punya pilihan.”
“Apa itu B20?”
“Itu kode untuk pasien yang terjangkit virus HIV. Mari kita biasakan saja menyebut penyakit kamu B20 supaya tidak merasa malu jika kedengaran orang awam. Bila bertemu dengan dokter, cukup katakan kamu dalam pengobatan B20 pasti ia paham. Hanya orang yang paham kesehatan saja yang mengetahui istilah ini, jadi kamu bisa lebih aman.”
“Terima kasih, Dok.”
“Baik, sekarang saya akan merujuk kamu ke poli alternatif di RSUD. Di sana kamu bisa berobat gratis dengan BPJS. Nanti kamu akan mendapatkan obat yang harus kamu minum setiap hari selama seumur hidup. Kamu juga perlu roentgen untuk melihat hasil paru kamu karena penderita B20 rentan terhadap penyakit paru. Meski roentgen paru dari MCU[1] perusahaan kita hasilnya bagus, tapi itu sudah empat bulan lalu. Saya pikir kamu tidak perlu mencemaskan soal paru. Pasti tidak jauh beda hasilnya. Pergilah ke rumah sakit segera.”
“Baik, Dok,”