Peterpan

nilnaulia
Chapter #2

2. Akhir Cerita

Satu tahun yang lalu.

SMA Pelita Bangsa. Hari terakhir MOS. Para murid pendatang baru dikumpulkan pada lapangan basket untuk duduk dengan membentuk lingkaran besar.

Mereka menggunakan kaos olahraga berwarnakan putih dan motif garis hitam di tepian kerahnya. Salah satu kakak senior memerintahkan mereka agar maju satu persatu untuk memperkenalkan diri dan hoby.

"Ya, adik-adik yang berbahagia dengan lilitan bawang, topi beruang, dan tidak lupa dengan tas plastik besar, atau dengan kuncir kuda bertebaran. Kalian harus memperkenalkan diri kalian beserta hoby di depan teman-teman kalian!"

Senior cantik itu memberi jeda. "Baik, kita langsung saja! Mulai dari ... kamu!"

Orang yang ditunjuk kakak kelas itu adalah Sefia. Ia tersenyum miring hingga akhirnya berdiri dengan malas.

"Hai," sapa Sefia setengah nyawa.

"Lebih keras!" bentak senior cewek tadi. Namanya, Wiya.

Sefia melepas tatapan tak acuh. Tetap berbicara dengan nada malas. "Nama gue Sefia Oktavia, hoby gue mancing ikan hiu! Ya kurang lebih yang mirip sama dia ini." Ia menunjuk matanya pada Wiya.

Seluruh peserta lepas tertawa melihat wajah Wiya berubah merah seperti ondel-ondel di tengah jalan.

Sepertinya julukan ikan hiu memang cocok untuk dirinya, pemarah.

Jangan salahkan Sefia. Memang inilah karakter dari dirinya, ceplas-ceplos. Jangan cepat tersinggung kalo ngomong sama dia. Kadang memang suka kelewatan, tapi tetap asik. Harus siap mental seandainya ingin menjadi temannya.

Setelah duduk, seorang cewek di samping Sefia maju. Kemudian dilanjuti dengan para siswa lainnya.

"Perkenalkan saya Bella Salsabila, hoby saya simple, yaitu ... nyium bau kentut." Serempak seisi podium menyerukan kalimat jijik setelah mendengar hobi dari perempuan aneh ini. Nyium bau kentut? Iuww!

Tak hanya sampai di sana. Siswa-siswi yang lain pun malah ikut mengarang dengan hobi mereka. Seperti ini,

"Gue Raya Brisia. Hoby gue gangguin cowok orang, jadi siap-siap aja korban selanjutnya."

"Hallo, saya Vallen Kreta. Hoby saya menulis dan memasak."

"Saya Radit Ksatria. Hoby saya baca buku."

"Nama gue Levin Hardian, panggil gue Levin. Hoby gue ngintip orang mandi, hehe."

Perkenalan berlanjut setelahnya, hingga sampai pada orang itu. Ya, hanya ada satu orang yang menjadi sorotan kali ini. Dia, cowok tinggi bermata sayup dengan rambut rapi berponi berwarna kecoklatan.

"Nama gue Dirga. Gue suka cewek, kalo kalian merasa cewek, itu artinya gue suka kalian."

Cowok itu kemudian mengedipkan sebelah matanya. Ungkapan perkenalan dari cowok tampan itu berhasil membuat ricuh seisi sekolah. Seluruh mata mencolok menatap dirinya yang berdiri di tengah lapangan basket. Termasuk para kakak kelas lainnya.

"Aaaa..."

"Gila! Parah!"

"Ganteng banget!"

"Kayanya dia bukan manusia!"

"Di harus jadi pacar gue!"

"Pangerankuuu!"

Di pojok kiri Sefia yang bersandar di kolong tribun penonton itupun meringkih. "Yakali jeruk makan jeruk. Cowok jelas suka ke ceweklah."

"Dia ganteng banget ya, Fi? Kaya aktor drama korea!" Bella menatap kagum dengan mata berbinar menghadap cowok tinggi tadi.

Bella, dia teman pertama Sefia di sekolah ini. Ya, mereka bertemu saat MOS hari pertama, saat mereka diperintahkan menghitung batu di taman depan gerbang karena terlambat. Sifat keduanya yang rada-rada mirip dalam hal malas membuat mereka menjadi akrab.

Sefia terus menatap ke arah Dirga hingga ia kembali duduk. Tatapan mereka bertemu sejenak hingga akhirnya Dirga melepas senyum untuknya. Namun Sefia justru membalas tatapan jijik, "Sok ganteng."

"Dia emang ganteng, tapi kita nggak boleh menilai orang cuma dari penampilan mereka. Penampilan itu menipu!"

Bella tak peduli dan menyanggah. "Etdah, kaya dewan juri aja pake nilai-nilai. Gue nggak peduli ah, mau dia suka ngupil, suka kentut, atau bahkan suka sama gue, gue ikhlas kok. Serius, gakpapa."

Sefia semakin jijik mendengar perkataan Bella yang sepertinya overdosis itu.

"Gak usah ngarep! Cowok ganteng itu selalu pemilihan!"

🍭🍭🍭

Seluruh siswa berlarian menuju papan pengumuman. Mereka sibuk memperhatikan hasil di kelas mana mereka akan ditempatkan.

Tak terkecuali juga dengan Sefia dan Bella yang sibuk mencari nama mereka dengan teliti.

314. Sefia Oktavia (X IPA 1)

315. Bella Salsabila (X IPA 1)

Dapat! Nama mereka tertera di sana. Bella hampir tak percaya melihat nama mereka berdua di tempatkan pada kelas favorit!

"Fi! Kita masuk kelas sepuluh ipa satu! Kita adalah murid teladan Fi! It's amazing! Mama gue pasti bakal bangga banget kalo dengar berita ini. Gue jadi nggak sabar pengen pulang."

Sefia menatap lamat pada arah tatapan Bella. Benar, nama mereka ada di sana.

"Ah, nggak mungkin. Pasti ada yang salah."

Sekali lagi diperhatikan nama itu, memang benar nama mereka. Mata Sefia membulat merasa geram.

"Gue nggak terima! Pokoknya gue mau pindah kelas aja."

Sefia berbalik hingga terhenti oleh badan tegap di hadapannya. Ia sedikit mendongak untuk melihat siapa orang ini.

Cowok itu berdiri dengan kedua tangannya dimasukkan pada saku celana, rambut kecoklatannya tertiup angin rapi seperti dalam iklan shampoo. Lebihnya lagi, ia menatap Sefia dengan sangat teduh. Rasanya ingin meleleh saja.

Orang itu... Dirga!

"Kenapa? Bukannya kelas itu bagus buat nambah skill lo dalam mancing ikan hiu?" tanya Dirga masih menatap Sefia.

"..."

Keep silent. Suasana berubah hening. Itu kalimat pertama untuk Sefia dari seorang yang tengah menduduki jabatan siswa tertampan di sekolah itu. Bahkan Bella yang berada di samping Sefia tak menyangka bahwa Dirga akan menghampiri dan bahkan berbicara dengan mereka.

Dirga maju beberapa langkah melirik papan pengumuman. Sefia pun memundurkan kakinya perlahan. Dirga tak peduli pada Sefia yang masih berada di hadapannya, yang merasa resah akan tubuhnya yang terlalu dekat.

"Oh, kita sekelas," ucapnya setelah melihat hasil pengumuman. Ia melanjutkan kalimatnya, "Nama gue Dirga. Dan, gue tau nama lo Sefia, dan lo Bella."

Masih belum ada balasan dari dua perempuan itu. Entah apa yang mereka pikirkan.

Bener, dia ganteng bangeeet!

Tuh kan Fi, lo sih gak percaya.

Dia terus natap gue, gimana nih Bell!!!

Balas senyum aja Fi, jangan sia-siakan kesempatan emas ini!

Ah? Nggak deh, kelihatan murahan banget!

Mereka hanya bertukar kalimat batin. Sementara Dirga masih terus tersenyum menatap mereka.

"Sampai ketemu di kelas ya," ucap Dirga kemudian pergi meninggalkan mereka.

Setelah jarak mereka begitu jauh barulah Bella berteriak histeris. "What?! Sampai ketemu? Dia mau ketemu kita lagi di kelas Fi!!!"

Sefia masih terdiam. Ah, apa yang baru saja ia pikirkan. Sepertinya kesadaraannya telah hilang beberapa menit lalu. Semua cowok sama saja, tak peduli tampan atau tidak. Itulah prinsipnya. Tak ada yang bisa mengubah itu.

"Gue nggak peduli sama orang yang sok kenal," tutupnya tak acuh.

"Bukan sok kenal Fi, tapi itu namanya ramah," sanggah Bella kembali.

🍭🍭🍭


———————

"Kalo lo nggak mau dijajah, maka jadilah penjajah."

—————

 

SEORANG guru masuk sesaat setelah seluruh siswa sudah menempati tempat duduk mereka.

Sefia dan Bella mendapat bangku paling pojok kanan. Taulah tujuan mereka apa, nyontek, ngupil, main hape, ganggu temen, dan yang paling wajib ngerumpi.

Ini salah satu alasan Sefia dan Bella tak suka berada di kelas favorit seperti ini. Murid-murid kaku, dingin, kalem, kalo bisa dibilang mayat idup itulah mereka.

Siswa yang tadinya ricuh satu persatu mulai diam dan mengatur duduk mereka. Guru di depan itu adalah wali kelas X IPA 1. Namanya Pak Hendro.

"Baik, anak-anak. Perkenalkan, saya ini Pak Hendro. Saya adalah wali kelas kalian, bapak punya banyak peraturan yang wajib kalian patuhi selama saya jadi wali kelas kalian.

Yang pertama, tidak boleh makan di kelas.

Yang kedua, tidak boleh bicara saat belajar.

Yang ketiga, tidak boleh melawan guru.

Yang keempat, tidak boleh pacaran di kelas.

Yang kelima, jaga kebersihan, kerapian, kedisiplinan, ke- dan semua ke yang lainnya.

Yang terakhir, jangan melanggar aturan. Bagi yang melanggar akan ada hukuman!"

Bella berdecih pelan menatap Sefia. "Kalo begini gue juga pengen pindah kelas aja..."

"Seru nih! Ada banyak tantangan!"

"Dasar plinplan!"

Pak Hendro kembali bicara. "Selanjutnya, kita akan mengadakan pemilihan ketua kelas. Bagi yang merasa mampu, silakan angkat tangan."

Sefia yang paling bersemangat kali ini. Ia mengacungkan tangan dengan badan sigap berdiri hingga Pak Hendro dibuat kaget. Bella pun ikut ternganga. Tapi, di deretan depan juga ada seseorang yang mengangkat tangannya, Dirga.

"Baiklah, kalian berdua maju ke depan."

Bella menganga tak percaya, Sefia serius pengen jadi ketua kelas? "Fi, lo jangan aneh-aneh deh," ucapnya sebelum Sefia maju.

"Kalo lo nggak mau dijajah, maka jadilah penjajah!"

Kalimat itu hanya membuat Bella semakin pasrah. Ya sudahlah, biarkan dia bahagia.

"Langsung saja. Nama kamu siapa?" tanya Pak Hendro melirik Sefia.

"Sefia,"

"Dirga," sahut Dirga setelah diberi tatapan tanya oleh Pak Hendro.

"Siapa yang setuju jika Sefia menjadi ketua kelas?"

Krikk. Krikk.

Tak ada yang mengacungkan tangan.

"Bell! Lo nggak mau milih gue?!"

Bella pura-pura tak mendengar. "Oh, gue?" Sefia menatap penuh ketajaman. "Iya, saya milih Sefia pak!" ucap Bella akhirnya.

"Hanya satu?" tanya Pak Hendro terheran-heran.

"Bapak sih, saya kan belum ngasih tau visi dan misi pak, gimana mereka mau milih kalo nggak tau segala kelebihan saya." Sefia bergaya seakan ia memang sosok sempurna yang pantas bahkan harus dipilih.

"Baiklah, silakan."

"Hello guys! Gue Sefia, gue bakal memimpin kalian selama dua semester ini dengan sangat bijak. Kalo kalian milih gue, dijamin harga mi ayam yang sepuluh ribu bakal jadi seribu!"

Kelas riuh dengan tepuk tangan setelah mendengar tawaran Sefia. Cukup menarik. Jika begini, Sefia yakin ia akan menang dari Dirga.

"Gue Dirga, gue nggak bisa apa-apa, tapi gue mampu buat kalian bahagia. Terima kasih."

Teriakan jauh lebih kencang dibanding setelah Sefia bicara. Pak Hendro tak ingin berlama-lama, ia langsung mengambil alih.

"Sekarang, siapa yang memilih Sefia?"

Satu, dua, tiga,... dua belas.

"Dua belas orang untuk Sefia. Dan, siapa yang milih Dirga?"

Satu, dua,... lima belas.

"Lima belas! Jadi, ketua kelas yang terpilih adalah Dirga." Pak Hendro menaikkan tangan Dirga seolah menjadi pemenang dalam olimpiade.

"Dan Sefia, kamu wakilnya. Sisanya kita urus minggu depan."

Lihat selengkapnya