"Seharusnya benci itu sudah hilang. Namun kamu kembali membuat kesalahan."
🍭🍭🍭
SEMINGGU setelah hari pemilihan ketua osis. Tak terasa waktu telah berlalu cepat. Bella bahkan tak mengingat lagi kejadian memalukan hari itu. Sefia pula sekarang tak terlalu banyak tingkah, rasanya ingin menyudahi saja seluruh misi untuk Dirga, ia merasa itu hanya akan mempersulit hidup tenangnya.
Ruang kelas hening. Mata pelajaran Sejarah Indonesia. Bu Endang memberi tugas setelah lama bercerita panjang lebar tentang perang dunia kedua.
Di bangku pojok Bella merasa risih. Setiap hari selalu seperti ini. Tugas-cerita-tugas. Sekelebat bayangan muncul di benaknya, muncul Radit.
"Fi!" Bella menyenggol pelan bahu Sefia yang mecorat-coret bukunya. Orang-orang mungkin akan berpikir jika ia sedang berpikir keras untuk menjawab soal, nyatanya zoonk. Pikirannya beterbangan kesana-kemari.
Sefia berdesir tak acuh. "Em,"
"Kemarin... gue liat si Radit belanja di toko sebelah," ucap Bella sambil terus menatap Radit yang sekedar lewat di depan kelas sambil melirik Sefia. Beruntung ia tadi berada di sana, itu membuat ingatan Bella berputar kembali.
"Terus?" tanya Sefia datar. Lagi pula hubungannya apa dengan dirinya? Radit ingin belanja itu kan haknya.
"Gue liat dia beli coklat yang sama persis dengan coklat yang ada di atas meja lo setiap hari," bisik Bella.
"Terus?" tanya Sefia kembali. Beberapa orang bakal membeli makanan yang sama, itu wajarkan?
Bella mendesah melihat prilaku tak acuh Sefia. "Mungkin aja itu dari dia 'kan?" Bella menatap serius. Berusaha memastikan jika pendapatnya benar.
"Mungkin," sahut Sefia melepas pulpennya. Ia memang tak akan pernah peduli dengan hal semacam ini. Ia menatap tajam mata Bella dan mengalihkan pertanyaan.
"Bell, lo bosen nggak?"