"Sudah tahu kenapa saya panggil?" Tanya Berti ketika Yudi sudah duduk didepannya. Matanya tidak lepas-lepasnya mengagumi kegagahan pemuda yang ada di depannya ini. Yudi tersenyum dan berkata dalam hati;
Namanya juga di panggil. Bagaimana saya tahu?
Tapi di luar dia menjawab; "Belum, Bu!"
"Ibu lagi!" Omel Berti.
"Tapi kan sekarang sedang jam kerja!" Jelas Yudi.
“Tidak! Pokoknya saya tidak terima.”
“Tapi saya tidak enak.”
“Pokoknya tidak. Titik!”
“Tapi...”
“Tidak ada tapi. Saya tidak mau lagi mendengar kamu memanggil saya Ibu.” Seru Berti cemberut.
Kali ini tampak sekali sifat manja kewanitaannya. Meskipun dia terpelajar, tetapi sikap manjanya tidaklah hilang seluruhnya. Sayang Yudi tidak tahu hal ini. Seandainya saja Yudi tahu bahwa sesungguhnya Berti sangat kurang kasih sayang ayahnya.
Dia hanya mendapatkan kasih sayang dari ibunya saja dan Effendi tunangannya. Tetapi semuanya tidak terlalu maksimal mengisi hatinya, karena ibunya tidak terlalu berani terang-terangan mengasihinya. Sedangkan Effendi, dia adalah hasil perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya dan orang tua Effendi. Karena orang tua mereka merupakan sahabat sejak kecil dan rekanan bisnis pula.
Yudi terdiam. Di pandangnya wanita muda di depannya ini. Berti menggeleng-gelengkan kepalanya. "Saya tidak enak kalau kamu selalu memanggil saya Ibu. Rasanya kita bukan teman."
"Ibu adalah atasan saya. Apa lagi Ibu adalah puteri dari pemilik perusahaan ini. Jadi saya tidak boleh kurang ajar." Kata Yudi mengemukakan alasannya.
Berti tersenyum. Giginya yang putih berbaris rapi mengkilat seperti dalam iklan Close Up. Dan Yudi yakin jika gigi itu asli, tidak seperti kebanyakan gadis-gadis keturunan Tionghoa yang ada di Kalimantan Barat ini yang hampir selalu memakai gigi palsu.
"Kamu bukan buruh bagi saya. Tapi partner. "Desisnya lembut.” Dan bukan hanya kamu. Tapi semua karyawan di sini adalah partner perusahaan! Bahkan kalau mau jujur, sebenarnya lebih dari itu. Menurutku karyawan adalah ujung tombak perusahaan."
"Kalau semua pemilik perusahaan berpendapat demikian, maka tidak akan pernah terjadi ketidakpuasan di sana sini. Apalagi sampai timbul unjuk rasa." Kata Yudi kagum. Sebab belum pernah di dengarnya ada pemilik perusahaan yang bepikir seperti Berti ini.
Yudi sudah mendengar jika gadis ini sudah bertunangan dengan seorang pemilik pasar swalayan besar di Pontianak.
"Belum tahukan, kenapa ku panggil kemari?" Kata Berti mengulangi pertanyaannya tadi.
Yudi cuma menggelengkan kepalanya.
"Kita akan ke Camp" Desis Berti sambil menatap langsung ke arah Yudi. "Mengaudit keuangan di sana!"
"Saya? Ikut mengaudit...?" Desis Yudi kebingungan.
"Betul. Itu adalah tugas pertamamu setelah dimutasikan ke bagian Internal Audit!" Kata Berti sambil menyerahkan sebuah berkas SK mutasi kepada Yudi.
Yudi menerima berkas itu dan langsung membacanya. Di situ jelas tertera jika sejak hari itu dia dimutasikan ke bagian Internal Audit.
"Jadi sejak hari ini saya dimutasikan ke bagian Internal Audit?"
"Betul!"
"Atas usul siapa?"
"Saya...!" Jelas Berti sambil menatap tajam laki-laki di depannya dengan sebuah pandangan yang penuh arti.
"Mengapa?"
"Kamu diperlukan di bagian itu. Karena sekarang biaya produksi membengkak sedangkan hasil produksi merosot tajam!"
"Mengapa harus saya?"
"Karena saya yakin kamu bisa. Juga itu sesuai dengan latar belakang pendidikanmu..!"
Yudi tidak berkomentar lagi. Tetapi dia merasa ada sesuatu di balik semuanya ini. Namun dia tidak berani mengambil kesimpulan lebih jauh. Yang pasti dia merasa senang saja di ajak ke Camp untuk mengaudit di sana bersama-sama dengan Berti.