Jeep Mercy 4WD yang sedang melaju di ruas jalan Trans Kalimantan itu tiba-tiba berhenti. Berkali-kali sopirnya memutar kunci kontak jeep keposisi on, tetapi mesinnya tetap tidak mau hidup. Beberapa waktu kemudian sopirnya keluar dari dalam mobil dan mencoba membuka kap mesin untuk melihat apa yang terjadi.
Seorang gadis yang duduk di jok bagian belakang menyusul turun ke tanah. Rambutnya yang panjang melambai tertiup angin.
“Kenapa, Do?” Kata Berti, gadis itu, menanyai Widodo sopirnya, sambil mencoba menjenguk ke bawah kap mobil.
“Entahlah, Bu!” Jawab Widodo kebingungan. “Padahal mobil ini masih baru!”
“Apakah sebelum berangkat tadi tidak di periksa oleh mekanik?”
“Sudah, Bu!” Jawab Widodo lagi. Sepertinya gadis cantik itu agak janggal selalu di panggil dengan ‘ibu’. Karena gadis manis yang di panggilnya ‘ibu’ tadi begitu muda dan sepertinya masih lajang. Tapi karena dia adalah puteri dari pengusaha terkenal Budicandra dan posisinya sebagai salah seorang anggota Dewan Direksi, maka tentu saja semua orang di perusahaan tersebut sangat hormat padanya.
“Lalu mengapa sekarang mogok?”
“Saya juga bingung, Bu!” Desis Widodo serba salah.
“Sudahlah, kamu coba kutak katik saja!” Kata Berti kasihan melihat sopir yang kebingungan itu. “Usahakan saja diperbaiki. Agar kita bisa sampai ke pabrik. Masih jauhkan?”
“Sekitar dua ratus kilometer lagi, Bu!”
“Aahhh!” Desah Berti kaget. “Itu sih bukan jarak yang dekat. Kalau begitu, saya hubungi kantor pusat saja. Bisa berabe kalau kita sampai harus bermalam di tempat sepi begini,” Katanya seraya meraih telepon satelitnya dan mencoba menghubungi Kantor Pusat mereka di Pontianak. Perusahaan plywood dan perkebunan banyak memanfaatkan jasa telpon satelit yang bermarkas di Singapura ini, karena di daerah terpencil dan luas seperti di Kalimantan sinyal Hand Phone hanya ada sampai di kota saja, itupun coveragenya sangat terbatas.
Tapi belum juga Berti sempat bicara dengan telpon satelitnya, entah dari mana datangnya tiba tiba berhamburanlah segerombolan kera. Para kera itu langsung mengelilingi mereka berdua. Sebagian lagi ada yang langsung naik ke atas mobil dan meloncat-loncat. Suaranya riuh rendah, berisik dan ribut sekali.
Kedatangan kera-kera itu tentu saja membuat Berti dan Widodo keheranan.
“Auuuwww!!” Jerit Berti kaget setengah mati, karena tiba-tiba saja salah seekor dari kera-kera itu melompat ke atas bahunya dan meremas buah dadanya. Telpon satelit yang ada di tangannya terlempar ke tanah.
“Ada apa, Bu?” Tanya Widodo kaget mendengar jeritan Berti.
“Ini...Ini...” Desis Berti agak tergagap. Mukanya kemerahan.
“Kenapa, Bu?” Sopirnya mengulangi pertanyaannya.
“Itu...Itu. Kera-kera ini kurang ajar sekali” Jawabnya tanpa berani memberi tahu jika salah seekor dari gerombolan kera itu sempat meremas payudaranya.
“Dasar kera tak tahu di untung!” Maki Widodo sambil meraih beberapa buah batu dan melempari mereka. Kera-kera itu berhamburan menghindar dan naik ke dahan-dahan pohon yang banyak terdapat di kiri kanan jalan. Dari atas pohon mereka memperlihatkan gigi seperti mengolok-ngolok Berti dan Widodo. Ada yang garuk-garuk pantat dan di arahkan ke arah kedua orang itu. Bahkan kera yang sempat meremas buah dada Berti menggaruk-garuk bawah ketiaknya seolah-olah untuk mengatakan kalau kedua orang itu berada di bawah kemampuan mereka.
Berti dan sopirnya kesal sekali. Tetapi mereka hanya bisa menggertakan gigi. Sebab kera-kera itu berada jauh di atas pohon. Hanya saja kedua orang ini agak lega ketika melihat kera-kera itu tidak lagi menyerang mereka.
Berti merapikan pakaiannya dan memungut telpon satelitnya yang terjatuh tadi. Widodo kembali mencoba mengutak-ngatik mobil itu lagi. Tetapi ketika Widodo sedang membungkuk memeriksa ke dalam kap mobil, tiba-tiba saja terdengar lagi suara riuh rendah, suara gerombolan kera. Dan di atas sebuah dahan pohon yang cukup besar, entah dari mana datangnya, tiba-tiba telah berdiri seekor kera yang besar sekali. Tubuhnya berbulu putih dan besarnya sama dengan tubuh seorang manusia dewasa.
Kera raksasa itu seperti memberi aba-aba kepada yang lainnya dan dengan serentak mereka melompat ke tanah dengan suara seperti marah.
“Cepat masuk ke dalam mobil, Bu!” Teriak Widodo kepada Berti. Sopir itu sudah bisa merasakan jika sesuatu yang tidak beres sedang terjadi. Sebisanya dia menenangkan diri, meskipun tak urung jantungnya berdetak lebih kencang.
Widodo cepat menutup kap mobil dan membantu Berti yang kebingungan. Tangan Berti ditariknya dan di papahnya masuk ke dalam mobil. Dan Berti tidak menyadari jika telpon satelitnya terjatuh lagi dari tangannya.