“Sekarang ceritakanlah...!" Seru Berti ketika dia dan Yohana sudah selesai menikmati hidangan malam dengan menu udang bakar dan sambal ale-ale, makanan khas masyarakat Ketapang Kalimantan Barat.
Sebelum berbicara, Yohana meraih sari jeruk yang ada di depannya dan menghirupnya hingga separuh. "Tadi siang aku mendapatkan pesan misterius..."
Berti jadi tertarik. "Pesan misterius? Di mana?"
"Di layar monitor komputerku...!"
"Pesan di monitormu?" Tanya Berti menaikan alisnya tanda penasaran. "Pesan apa?"
Yohana melihat ke kiri dan kanan. Takut ada yang mendengar pembicaraan mereka. Lalu katanya, "Tentang kematian karyawan tadi sore...!"
"Hahh!" Berti tersentak kaget. "Bisa begitu kebetulan?"
"Mulanya pun saya kira hal itu hanyalah main-main, Bu!"
"Terus?"
"Si pengirim pesan rupanya bisa membaca yang kupikirkan."
"Tahu bagaimana?"
"Sebab lalu muncul pesan lainnya, 'lihat saja nanti sore',”.
"Dan hal itu betul terjadi?"
"Ya, Bu. Dan ini membuatku takut...!"
Berti tercenung. Di raihnya sari jeruknya dan dicerucupi sedikit. Sungguh suatu peristiwa aneh. Tapi bagaimanapun, dia sebisanya bersikap tenang.
"Jangan terlalu di pikirkan. Di manapun kita berada, kalau memang sudah ajal pastilah kita mati. Lagi pula yang jadi sasarannya bukan kamu...!" Hibur Berti. Padahal hatinya sendiri juga kebat kebit.
Yohana tidak berkomentar. Pandangannya menatap meja dengan kosong. Mulutnya masih mengepit sedotan, tetapi sari jeruknya tidak di sedot.
"Apakah ada yang mengetahui pesan itu selain kamu?"
"Ada, Bu!" Desis Yohana tersentak dari lamunannya.
"Siapa?"
Yohana tidak langsung menjawab. Setelah beberapa saat dia lalu menyusut air matanya yang tiba-tiba meleleh.
"Srikanti, Bu...!"
"Apa? Maksudmu gadis yang meninggal tadi sore?"
"Ya, Bu..." Jawab Yohana di sela isak tangisnya yang tertahan di tenggorokannya. Hatinya sangat terluka karena kehilangan teman akrabnya itu. Meskipun dia tetap beruapay agar tidak menangis bebas di depan atasannya itu, sehingga suara tangisnya terhatan di dalam tenggorokannya.
Berti menarik nafas panjang lalu menepuk bahu Yohana perlahan untuk menunjukan rasa simpatinya. "Tenangkan hatimu. Hal ini akan kita selidiki sampai tuntas. Jadi kamu jangan terlalu bersedih! Yang sudah pergi tak akan mungkin kembali"
Aku tahu, kamu juga takut.
Di mulut Berti mengatakan demikian. Padahal dalam hatinya dia juga tidak tahu bagaimana menyelesaikan semua persoalan yang berbau magis seperti ini. Sedangkan dia sendiri dibesarkan dilingkungan yang selalu menekankan untuk tidak percaya pada hal-hal yang bersifat tahyul. Tapi di bumi Indonesia yang kaya akan hal hal bersifat klenik seperti ini, apakah tepat kalau semuanya itu dikatakan tahyul? Berti semakin tidak mengerti.
"Kita pulang?" bisik Berti kemudian.
Yohana hanya menggangguk. Berti lalu melambaikan tangannya memanggil pelayan. Seorang wanita buru-buru berlari ke arah mereka.
"Berapa?" tanya Berti. Pelayan itu lalu mengamati meja mereka dan nomor mejanya.
"Sebentar, ya mbak...!" desisnya sambil berjalan ke arah kasir, berbicara sebentar kemudian kembali lagi.
“Dua ratus delapan puluh enam ribu rupiah, Mbak!”
Berti tersenyum di kulum. Betapa tidak, mereka berdua hanya makan udang rebus dan sambal ale-ale di tambah dua gelas sari jeruk Sambas, yang di warung diluaran harganya hanya belasan ribu rupiah saja tetapi di sini harganya sampai segitu. Inilah satu satu bentuk korupsi, harga barang yang seharusnya puluhan ribu sudah untung tetapi oleh penjualnya di bantai sampai ratusan ribu. Kapan Indonesia bisa maju? Ini kan memberikan sumbangan terhadap inflasi secara keseluruhan.
Berti mengeluarkan tiga lembar uang ratusan ribu. "Kembaliannya ambil saja untukmu...!" Katanya sambil mengajak Yohana berlalu. Karena dia yakin pelayan itu tidak menikmati keuntungan besar dari pemilik tempat makan itu.
Berti membathin sendiri. Rasanya dia sering merasa berdosa kalau makan di restoran. Betapa tidak. Dia membuang uang ratusan bahkan jutaan ribu hanya untuk sekali makan, padahal makanannya tidak habis. Sedangkan di lain pihak di bagian lain di dunia ini ada banyak sesamanya yang kekurangan makan.
"Masih mau jalan-jalan?" Tanya Berti ketika mereka sudah di dalam sedan Mercedesnya.
"Jalan kemana, Bu?"
"Nonton, misalnya..."