Peti Uang

Art Fadilah
Chapter #3

3. Dulu Ketika Masih Ada Bapak

Dulu ketika masih ada bapak, kericuhan sering terjadi. Warisan pun menjadi pemicu utama pertengkaran. Bapak membawa Fardan yang masih menginjak usia empat tahun, sedangkan ibunya ditinggal bersama Sania yang berusia sembilan tahun.

Fardan tumbuh dengan terbiasa melihat beberapa barang pecah yang menghiasi rumah. Ibu dan bapak memang tidak sampai bercerai, tetapi perselisihan selalu ada di antara keduanya. 

Satu tahun kemudian, di umur Fardan yang ke lima, bapak kembali pada ibu. Menyerahkan Fardan dan mulai memperbaiki rumah tangga mereka. Fardan disekolahkan di yayasan setempat yang cukup dekat dengan rumah. Bapak bekerja pagi, siang, malam, berjuang mencari nafkah demi menghasilkan pundi-pundi kekayaan. 

Meski ibu dan bapak kembali bersama, tetapi hal itu tidak benar-benar membuat keluarga mereka bebas dari masalah. Uang masih menjadi permasalahan penting. Hal itu juga yang membuat ibu terpaksa membuka warung di rumah, dan berdampak pada terbaginya fokus ibu antara kedua anaknya dengan mencari uang. Padahal, keduanya saat itu sedang dalam masa membutuhkan kasih sayang yang cukup.

Beruntungnya, Sania merupakan anak yang memiliki pemikiran dewasa dibandingkan seumurannya. Sania mengerti apa yang terjadi di keluarganya tanpa harus disuruh terlebih dahulu. Ia mengajari adiknya dasar-dasar membaca dan berhitung.

Ketika keduanya menginjak usia sebelas dan enam tahun, bapak meninggal dunia. Bapak meninggal karena penyakit jantung yang lama diderita. Hal yang membuat ibu sangat sedih ialah tidak bisa membawa bapak ke rumah sakit karena terhalang biaya. 

***

Fardan adalah anak yang penurut. Setiap hari, ketika usianya menginjak tujuh, bocah yang sudah memasuki kelas 2 sekolah dasar itu rajin mencuci gelas di warung. Terkadang melayani pembeli di warung ketika Sania dan ibunya pergi ke pasar.

Fardan juga sering mengikuti lomba-lomba hari besar di lingkungan rumahnya. Ketika menang, anak itu akan memberikan hadiahnya untuk ibu. Saat Hari Ibu datang, Fardan tidak akan memberikan secarik puisi, maupun kata-kata mengharukan. Fardan memilih membobol celengan dan memberikan semua hasil kerja kerasnya untuk ibu. Tak perlu ungkapan terima kasih, hadiahnya membuat ibu tersenyum sudah cukup membuatnya bahagia. 

Lihat selengkapnya