Pukul 04.00 pagi, nama Widura Unggul tertera di layar ponsel Fardan yang berdering. Lelaki yang baru tidur dua jam itu mengambil ponselnya segera setelah tahu teman lamanya menelepon.
Suara berat Fardan berbisik, "Apa?"
Terdengarlah suara yang amat dikenali Fardan di sana, "Punya waktu luang?"
Selama beberapa detik, Fardan membisu. Fardan memandang kosong ke arah desain-desain buatan yang ia kerjakan beberapa jam lalu sebelum tidur, lalu pandangannya beralih ke arah kertas A2 yang telah dihiasi doodle. Lelaki itu kemudian menjawab, "Warung Bu Nita. Mau nongkrong sebentar?"
Tawa kering mengudara dari ujung telepon. "Gue, udah di sini," jawab Widura, teman lama Fardan.
"Oke, sebentar," ucap Fardan yang segera mematikan ponsel miliknya.
***
Setelah sampai di tempat, di mana Widura duduk bersama rokok dan kameranya, Fardan dengan pakaian serba hitam menyusul duduk di samping teman SMP-nya itu. Ia melempar gulungan kertas ke arah Widura yang kemudian disambut oleh lelaki itu.
"Rongsokan apalagi ini?" Widura berhenti memainkan kamera dan mematikan rokok terakhir yang ia punya.
"Rongsokan seniman terkenal," beber Fardan asal.
Fardan mengambil kamera Widura, lalu melihat-lihat gambar apa yang sudah dibidik teman lamanya itu. Sejujurnya, dibanding dengan pameran seni jurusan fotografi yang pernah Fardan kunjungi di kampus, gambar yang dibidik Widura terasa lebih hidup dengan suasana-suasana yang diciptakan. Walaupun sejujurnya Fardan tidak terlalu paham dengan ilmu fotografi, tetapi sekilas lelaki itu dapat menilai betapa bagusnya setiap gambar yang diambil temannya.
Keahlian Widura Unggul adalah seni fotografi. Ia mampu mengedit foto maupun video dengan baik. Bahkan, dulu saat SMP, pernah mendapat urutan pertama sewaktu lomba.
Ia dan Fardan nyaris memiliki keunggulan sama di bidang seni. Perbedaannya Fardan menguasai seni desain, sedangkan Widura mengusai seni fotografi. Keduanya pun bermimpi dapat membangun sebuah proyek bersama dengan menggabungkan keahlian masing-masing. Sayangnya hal itu kandas kala Widura mengalami beberapa masalah dalam keluarganya.
Widura tertawa ketika membuka lembaran yang dibawa Fardan tadi, "Apa ini jelek banget?"
"Namanya seni doodle. Kalo dijual, Presiden nggak bakal mampu beli," sinis Fardan menyombongkan diri.