Dengan menenteng tas berisi satu setel pakaian, setelah menuruni tangga stasiun Sania berjalan ke arah kerumunan pasar berniat membeli camilan.
Sania mampir ke sebuah toko pakaian. Netra hitamnya bersinar cerah ketika melihat jejeran patung berbalut gaun pendek. Dalam hatinya bicara, “Misalnya ditambahin beberapa hiasan kain, pasti bakal sempurna sih.” Sketsa model pakaian yang biasa dibuat Sania adalah gaun panjang dengan renda-renda kecil di bagian roknya. Berbicara mengenai pakaian, tiada lagi yang bisa dipakai Sania untuk bersolek dan bermewah-mewah. Kehidupan keluarganya bergantung pada uang yang dihasilkan perempuan itu.
Setelah puas melihat, langkah Sania berlanjut pada toko percetakan. Ingatannya pada Fardan, membuat Sania berniat ingin membelikan printer untuk keperluan tugas kuliah adiknya. Sania mulai menghitung pengeluaran dan pemasukan bulan ini.
Terbesit di pikirannya cerita Fardan mengapa adiknya itu sering pulang larut. Katanya hal itu lantaran Fardan sering kali menggunakan jasa percetakan di kampus, dalam jumlah banyak karena lebih murah. Dalam mencetaknya tentu butuh waktu yang lebih lama. Supaya tidak mengganggu pelanggan yang lain, Fardan biasa mencetaknya pada malam hari. Itu sebabnya Fardan pulang larut malam.
Setelah melihat-lihat, pilihan Sania jatuh pada Printer X 1010. Di sana terlampir harga Rp275.000 dan Rp97.000 untuk tinta refill. Maka jumlahnya menjadi Rp372.000. Karena uang yang dimiliki Sania tidak seberapa, ia lebih mementingkan membeli alat printer-nya dahulu. Soal tinta refill, akan ia beli di bulan mendatang.
Selesai membeli, Sania berniat langsung pulang ke rumah. Sisa uang yang ada tidak cukup untuk membeli camilan. Sania tetap bersyukur, terpenting baginya Fardan bisa memiliki printer baru supaya adiknya itu tidak sering lagi pulang larut.
Di persimpangan jalan besar, lampu lalu lintas telah berganti merah. Sania menyeberangi jalan dengan membawa hasil belanjaannya. Lima langkah di belakangnya juga ada beberapa pejalan kaki lain.
Dalam sekejap, seakan seperti mimpi, tiba-tiba mobil sedan melesat kencang. Printer yang ada di tangan Sania terlempar seketika begitu juga dengan tubuh kecilnya. Jeritan menggema dari para pejalan kaki yang terpaksa berhenti dan menyaksikan kejadian yang serba mendadak itu.