"Bibim sayang, mau nambah lagi?" Seorang perempuan berambut pirang, dengan bibir merah tebal tersenyum menatap lelaki yang lebih muda darinya mengangguk dengan senyum hangat. Dihiasi cahaya kerlap-kerlip buatan menambah sinar terang pada wajah perempuan itu.
Bimo, nama dari lelaki itu pun membalas, "Boleh." Tangan besar Bimo mengeratkan pelukannya ke pinggang kecil Cyntia, perempuan yang baru saja menawarinya minum.
"Kalo kamu mabuk, gimana?" tanya perempuan yang sedang dibalut gaun ketat berwana merah itu sekali lagi.
Bimo tertawa renyah, "Aku nggak gampang mabuk sweety." Ia berujar bersama kerlingan mata yang disambut wajah malu-malu Cyntia.
Bimo Yudhayana, seorang pria yang hidupnya dipenuhi pergaulan bebas tanpa perlu merasa ketakutan kekurangan uang. Keluarganya terlahir kaya raya. Rambutnya sengaja di warnai abu-abu di bagian tengah atasnya, sedangkan sisanya dibiarkan tetap berwarna hitam. Bibirnya berwarna merah alami, sedangkan iris matanya berwarna kecokelatan.
Klub semakin ramai dipenuhi manusia-manusia yang menari di tengah hamparan musik berlampu terang warna-warni. Beberapa lainnya bermesraan tanpa tahu malu, sedang sisanya lagi saling mendentingkan gelas berisi minuman alkohol. Tawa, musik gaduh, tarian, dan hasrat bercampur menjadi satu.
Bimo kemudian membawa Cyntia ke dalam sebuah kamar di klub. Keduanya sama-sama mabuk. Hanyut bersama buaian dunia dewasa, menjalin kasih, menyatukan diri satu sama lain. Genggaman, cengkeraman, pelukan, cumbuan, rangkulan, saling menempelkan tubuh tanpa jarak. Seolah di hadapkan oleh indahnya nirwana, mereka terus menjalin hubungan di dalam kamar yang sudah dipesan.
Sekitar dua jam Bimo menyelesaikan urusannya dengan Cyntia. Lelaki blasteran Belanda itu keluar dari kamar meninggalkan Cyntia tanpa berpamitan. Ia menuju parkiran mobil untuk pulang ke apartemen dan tidur sepuasnya.
Setelah sampai di tempat mobilnya terparkir, Bimo mendapati lelaki asing bersandar di mobil sport miliknya sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana.
Sebelah alis Bimo terangkat, "Siapa, ya?"
Aura yang dipancarkan lelaki di hadapannya itu cukup tak bersahabat dan sepertinya tidak bisa diajak basa-basi. "Musuh Batman?" Lelaki itu menjawab asal.
"Apa mau lo?" tanya Bimo kembali.
Lelaki itu menghampiri Bimo. Kemudian menyampirkan bungkusan kecil berisi kristal es ke kantung jaket miliknya. Bimo segera mengambil bungkusan itu dari kantung jaket, lalu menatapnya. Dia tidak buta dengan obat terlarang itu.
"Apaan nih, sabu?"