"Gue beneran bakal ngadu ke Mama Sarah kalo lo masih make obat, Li." Lydia mengangkat kepala setelah mendengar teguran yang diajukan Cyntia. Kakak perempuan yang lebih tua sepuluh detik darinya. Hingar-bingar kebisingan klub masih bisa dirasakan, meski ia sedang berada di kamar belakang yang khusus disediakan untuk para pekerja klub. Dahi Lydia mengerut sebab pening menghampiri. Perempuan itu sedang memainkan sebungkus sabu. Klub dan dunia malam adalah bagian dari kehidupannya. Lydia menyandarkan kepalanya ke atas meja dengan tangan yang dijadikan sebagai bantalan. Memicingkan mata dan melihat ke arah penerang ruangan.
"Lo pasti senang lihat gue dihukum Mama Sarah kan, Tia?" sungut Lydia membalas. Matanya yang memicing berganti terpejam. Kantuk menggerogoti perempuan berambut merah itu. Merasa terkuras.
"Ya, karena setiap kali lo dihukum, gue bisa istirahat," aku Cyntia dengan jujur. Perempuan itu berbicara sembari membenarkan riasan wajah di depan kaca.
"Aduin aja, gue nggak takut." papar Lydia membuka kelopak mata, menggulirkan iris kembali menatap penerang ruangan. Dalam benak ia menerka sudah berapa lama kiranya ia tidak menikmati teriknya siang? Ia teringat setiap kali matahari telah berada tinggi di atas kepala, pasti dirinya sudah terbuai di alam mimpi.
Cyntia berjalan mendekat, lalu berdiri tepat menghalangi sinar lampu di hadapan Lydia. Sorot Lydia lekat memperhatikan Cyntia yang tepat berada di depannya. Cyntia melontarkan kalimat serius. "Kali ini bukan sekedar ancaman. Gue beneran bakal aduin lo, kalo lo nggak berhenti ngonsumsi obat." sambung Cyntia, "lo akan mati pelan-pelan karena narkoba, Li!" Perempuan itu meninggikan suara.
"Semenjak kapan lo peduli sama gue?" cela Lydia menyindir.
"Li gue—,!" protes Cyntia tanpa bisa diselesaikan. Ekspresinya menggelap.
"Tia!" jerit Lydia memotong pembicaraan yang disertai gebrakan tangan di atas meja. Kedua matanya mengkilap dipenuhi amarah. kali ini ia sudah sepenuhnya berdiri. Pertahanannya runtuh, dan ia tidak bisa mengendalikan diri. "Nggak usah ikut campur urusan gue!" perintah Lydia memulai keputusan final. "Lo nggak pernah tahu rasanya penyesalan karena nggak bisa cegah Mama buat nggak bunuh diri ninggalin kita!" Begitu saja, seakan kembali ke masa lalu, Lydia menyaksikan ibunya menjatuhkan diri ke tanah dan berakhir bermandikan darah.
"Mama bunuh diri bukan karena lo, Li!"
"Karena kematian Mama kita berakhir di tempat kayak gini, Cyntia!"