Tak ada yang istimewa dengan hujan. Bagiku, fenomena alam yang lazim itu hanyalah momen dimana jutaan air jatuh ke bumi dan siap untuk membasahi siapa saja yang berani menerobosnya. Namun, sebuah keajaiban yang kualami entah bagaimana awalnya, mengubah segala pandanganku. Bahwa hujan, memiliki kisahnya sendiri.
Perkenalkan, aku Rakha Famal Alfikri. Remaja laki-laki biasa yang memiliki kehidupan jauh dari kata beruntung. Bahkan bisa dibilang keberuntungan enggan untuk sekadar mampir ke hidupku. Itu karena, aku anak tak bertuan.
Akan kuceritakan kepada kalian, tentang sebuah kisah bagaimana hujan memberi kesempatan saat kehidupan ada di ujung jurang.
…
Aku yang berumur lima tahun, meringkuk di bawah sebuah terowongan tua tak terpakai. Kedua lengan mungilku melingkar memeluk tubuhku. Kondisi sedang hujan. Sweater tipis yang kupakai tak mampu menghalang dinginnya angin.
Aku terus menoleh kesana kemari. Berharap ada seseorang yang lewat.
Sepi. Hanya suara hujan yang terdengar. Cuaca menjadi semakin dingin bersamaan dengan menderasnya hujan. Apalagi terowongan ini gelap dan lembab.
Aku menatap kedua kakiku yang merapat. Aku ingin pulang. Di sini sangat dingin.
"Ibu, maaf.. Aku janji akan jadi anak baik. Aku ingin pulang." Gumamku dengan wajah murung.
Tuk!