Petrichor

Soradina
Chapter #3

Terpendam yang Membuncah

   Bip! Bip! Bip!

   Rakha terbangun karena suara dari jam weker pada pukul 4 pagi. Ia segera mematikan benda yang berbunyi itu lalu pergi ke kamar mandi.

   Ketika Rakha sedang mencuci muka,ia terpikirkan suatu hal. Tunggu. Rasanya, tubuhku ada yang berubah. Tapi apa ya? Batinnya.

   Rakha menatap cermin di dalam kamar mandi lamat-lamat. Ia mengamati dirinya. Sungguh! Aku merasa ada yang berbeda. Tetapi apa?! Tunggu! Kenapa aku jadi lupa apa saja yang aku lakukan kemarin? Batinnya lagi.

"Aku mengantar koran. Sarapan di warung Bu Suyati. Berangkat sekolah. Pagi-pagi Ravi datang ke kelas. Lalu... Pulang?" Gumam Rakha.

   "Entahlah." Rakha mengendikkan bahu dan memutuskan untuk keluar dari kamar mandi. Ia kembali masuk ke kamarnya untuk merapikan tempat tidur. Setelah itu, ia membuka jendela supaya udara segar bisa masuk.

   Rakha berdiri sejenak di depan jendela. Ia menatap pemandangan di luar rumahnya. Jika semua orang tahu bahwa udara Jakarta bisa sesegar ini, pasti mereka lebih memilih untuk naik kendaraan umum demi mengurangi polusi.

   Rakha keluar dari kamarnya lagi. Ia bermaksud untuk mandi pagi. Namun, langkahnya terhenti begitu melihat Ibunya tengah berdiri di dapur.

   Rakha mengangkat kedua alisnya. "Ibu sudah bangun?" Tanyanya dengan hati-hati.

   Ibu Rakha menoleh. Ternyata ia sedang minum. Jadi, ia hanya mengangguk sebagai jawaban. Tiba-tiba, ia segera meletakkan gelas ke atas meja makan dan berbicara sebelum Rakha masuk ke kamar mandi. "Tunggu!"

   Rakha yang baru memutar kenop pintu, menoleh. "Ya, Bu?"

   "Luka kamu sudah sembuh?" Tanya Ibunya dengan nada bicara yang dingin.

   "Luka?" Rakha menyatukan kedua alisnya. Sejak kapan dia punya luka?

   Salah satu alis Ibu Rakha terangkat. "Bukannya kamu kemarin pulang dengan kondisi babak belur?" Tanyanya.

   "Babak belur?" Rakha membeo karena bingung.

   "Tidak ya? Mungkin Ibu cuma mimpi. Sudah sana mandi! Ibu mau tidur lagi." Ucap Ibunya yang kemudian memutus percakapan antara mereka.

   Rakha mengangguk, kemudian ia kembali melanjutkan niatnya untuk mandi pagi.

Babak belur?

...

   Pelajaran matematika sedang berlangsung di kelas 9A. Semua murid menyimak dengan seksama. Mencatat yang perlu dicatat.

   Satu setengah jam berlalu. Pelajaran matematika berakhir. Kini, waktunya untuk istirahat.

   Tepat ketika Rakha hendak keluar kelas, ia bertemu dengan Pak Baron-guru bahasa Indonesia-yang kebetulan hendak mencarinya.

Lihat selengkapnya