PETRICHOR

Ratna Arifian
Chapter #6

Gie, Bukan Sekedar Nama

Sejak masuk kuliah, Ko Dharma jarang berada di rumah. Ia lebih sering menghabiskan waktu di kampus, ataupun di perkumpulan para aktivis. Saat sedang di rumah pun, Ko Dharma lebih banyak berdiam diri di kamar untuk belajar dan membaca buku.

Jarak usia yang jauh antara kami, membuat Ko Dharma menjadi sosok kakak lelaki yang mengayomi dan mengajariku banyak hal. Sama seperti Faruq, Ko Dharma juga merupakan sahabat terbaikku. Ko Dharma tidak pernah menolak, apalagi mengeluh saat aku meminta bantuan. Ia begitu tekun dan sabar mengajariku cara membaca, menulis dan berhitung. Ia juga yang mengajariku naik sepeda sampai mahir. Cara memulai perbincangan dengan orang lain pun, Ko Dharma-lah yang mengajariku. Meskipun untuk yang satu itu, aku masih kesulitan sampai sekarang.

Ko Dharma adalah sosok yang ambisius. Saat ia punya tujuan, ia akan berusaha keras untuk meraihnya. Ko Dharma juga sosok yang idealis, hingga pendiriannya akan suatu hal tidak akan bisa digoyahkan. Saat Ko Dharma sibuk memasuki dunia orang dewasa, ia pun semakin menjauh dariku. Tentu saja, aku akan tertinggal karena jarak usia kami yang jauh. Alhasil, waktu Ko Dharma untukku pun semakin sedikit.

Saat aku merindukan kebersamaan dengan Ko Dharma, aku akan menghampiri dan sengaja mengganggunya. Aku akan bertanya ini-itu, supaya konsentrasinya terganggu.

“Koko baca buku apa?”

“Buku dari idola koko,” jawab Ko Dharma, tanpa mengalihkan pandangan dari buku bersampul merah dan putih itu.

“Catatan Seorang Demonstran.” Aku membaca judul buku itu.

Ko Dharma menutup bukunya dan memperlihatkan tulisan di bagian atas buku. “Soe Hok Gie. Ini nama penulisnya. Idola koko.”

“Dia itu siapa?”

“Dia itu pahlawan. Dengan gagah berani, dia berjuang untuk kepentingan orang banyak.”

“Wah... pahlawan, ya. Keren!”

“Koko dan teman-teman koko, mau jadi seperti dia,” aku Ko Dharma seraya menunjuk foto di dinding. Foto Ko Dharma dan ketiga teman aktivis, yang tersenyum lebar dalam balutan jas almamater.

Aku tersenyum bangga. “Ini teman-teman Koko, yah. Jadi... kalian mau jadi pahlawan?”

“Kami aktivis, Nima. Kami juga berjuang supaya negeri kita menjadi lebih baik.”

“Oh... aktivis, ya. Kalian juga keren!”

“Makasih, Nima. Kamu bakal dukung koko terus, kan?” tanya Ko Dharma, aku mengangguk. “Kalau gitu, hari ini koko mau temenin kamu seharian. Kamu mau ngapain hari ini?”

Aku pun bersorak dalam hati, karena upayaku untuk mencuri waktu Ko Dharma berhasil. Aku segera berpikir. “Nima mau... jajan camilan di pasar. Habis itu... kita bersepeda. Terakhir... kita nonton kartun di tivi.”

Lihat selengkapnya