PETRICHOR

Ratna Arifian
Chapter #16

Bunga Plum yang Bermekaran

Banyak perubahan yang terjadi pada keluargaku semenjak tragedi di masa lalu. Perubahan besar sampai kebiasaan sehari-hari keluargaku, tak pernah sama lagi seperti dulu. Salah satunya adalah kebiasaan kami berkumpul sebelum tidur untuk mendengarkan Papa mendongeng. Lalu, malam ini—sejak bertahun-tahun lalu—Papa kembali mendongengkan sebuah kisah pada kami.

Kali ini, Papa mendongengkan kisah sebatang pohon plum yang kesepian, tumbuh sendirian di tengah-tengah daratan luas nan kering. Pohon plum itu sekarat. Batang dan rantingnya kering, sudah tak pernah berbunga dan berbuah selama bertahun-tahun. Ianya tidak mati, tidak pula hidup. Ia menghadapi musim kemarau panjang yang membuat tanah kering kerontang, lalu musim dingin yang membekukan seluruh daratan. Pohon plum kesepian itu hanya bisa pasrah menunggu akarnya tumbang dan mati seutuhnya.

Lalu, suatu hari terjadi hujan badai dengan petir yang menyambar bertubi-tubi. Pohon plum menangis dan bersiap untuk menjemput ajalnya. Jika petir menyambar langsung ke akarnya, maka seketika ia akan terbakar. Namun, karena tidak memiliki daun, petir tak menyentuh langsung akar pohon plum dan hanya menyambar tanah di sekelilingnya.

Lalu, sehari setelah badai berlalu, pohon plum mulai merasakan ada yang aneh dengan dirinya. Satu per satu daun mulai tumbuh di ranting-ranting keringnya. Kemudian, bertumbuhan kuncup-kuncup bunga di antaranya. Pohon plum merasakan dirinya semakin hidup, saat kuncup bunga berwarna merah muda bermekaran. Sangat indah.

Keindahan pohon plum menarik perhatian orang-orang yang melihatnya. Orang-orang itu kagum pada keindahan pohon plum, sekaligus takjub pada keteguhan sang pohon untuk tetap hidup dalam kondisi terburuk yang dialaminya.

Hari pun berganti. Bunga-bunga pohon plum telah berubah menjadi buah plum berwarna hijau. Lalu, buah-buah itu semakin matang dan berubah warna menjadi ungu. Orang-orang mulai berdatangan dan menanam pohon-pohon plum lain di sekitarnya. Semakin hari, pohon plum semakin banyak dan memenuhi seluruh daratan luas itu. Pohon plum sangat bahagia, karena ia tak lagi kesepian. Semua pohon tumbuh dengan baik dan subur. Orang-orang pun bisa menikmati buah plum yang berlimpah, dan hidup lebih sehat karenanya.

“Para ilmuwan pernah meneliti pengaruh listrik pada pertumbuhan tanaman. Dengan menyetrum tanah dan udara di dekat tanaman tumbuh, maka itu akan membuat tanaman menjadi subur. Mereka menyebutnya sebagai pupuk listrik,” terang Papa setelah selesai mendongeng.

“Jadi... berkat sambaran dari badai petir itu, pohon plum tidak mati dan malah jadi subur,” kata Suksuk Chandra.

“Papa tahu soal itu dari mana?” tanya Mama heran.

“Papa pernah baca artikel, terus terinspirasi untuk buat dongeng pohon plum,” aku Papa.

“Pak Salim memang hebat,” puji Encing Imas.

“Jadi... apa nilai yang bisa kalian petik dari dongeng pohon plum?” tanya Papa. Aku dan Faruq saling pandang.

“Kita pasti bisa melalui segala macam kesulitan dalam hidup. Kita nggak bisa menghindari badai dan tragedi, tapi kita bisa bertahan melaluinya. Dan kehidupan yang lebih baik, akan kita dapatkan setelah berhasil melalui badai,” ujar Faruq.

Papa mengangguk, lalu memandang ke arahku. “Karena itu... Nima... kita sudah melalui badai terbesar dalam hidup. Sekarang, mari kita hidup dengan lebih baik. Terutama, demi Encing Romli yang sudah melindungi kita. Juga demi diri kita sendiri.”

“Betul, Nima. Kita bisa berjuang untuk hidup yang lebih baik. Berjuang agar di masa depan, tidak akan ada lagi permusuhan karena perbedaan.” Ko Dharma menimpali.

Lihat selengkapnya