Petrichor

Sylicate Grazie
Chapter #21

- Twelfth Rain -

Lymm mengusap-usap dagunya. "Tidak, aku tidak pernah mendengar namanya."

Aku mendesah putus asa. Seharusnya aku tidak terlalu berharap orang-orang ini mengetahui segalanya. Mana mungkin mereka tahu siapa pemuda yang telah mengakui mengintai keseharianku.

Lymm mengerjapkan matanya beberapa kali. "Aku bisa mencarinya kalau kau mau."

Aku menggelengkan kepala pelan, menatap jendela di balik pemuda di hadapanku. Tidak ada siapa-siapa di baliknya. Hanya beberapa tetes air hujan yang berjatuhan, jalan yang lengang dan rerumputan. "Tidak, aku hanya bertanya saja...."

"Terserah saja. Kau hanya menghabiskan waktuku," ujarnya ketus. "Jaga rumah, aku harusnya sudah berada di tempat lain sekarang. Dan, awasi Dash."

Ia berjalan melewatiku, kemudian menutup pintu ruang tamu. Aku mendecak kesal. Lymm dan perhatian lebihnya kepada Dash. Andaikan Gash ada di sini. Bukan hanya dia akan membuatku bahagia setengah mati, tetapi ia pasti tahu apa yang dilakukan Valt. Selama ini kelihatannya mereka memiliki... hubungan yang misterius, walau aku juga belum terlalu yakin.

Aku benar-benar bingung dan penasaran dengan apa yang terjadi pada Valt, atau Chris, terserah orang itu. Tentang Don, tentang bunuh diri kakaknya, tentang perubahan identitasnya, tentang mengawasiku....

Apakah dia tahu aku sekarang seorang pembunuh?

Aku takut ia mengetahui fakta ini. Memperhatikan gerak-gerik seseorang dengan alasan sayang... ini agak menggangguku. Aku tidak terlalu yakin Valt melakukan ini karena kemauannya sendiri. Maksudku... dia memperhatikanku seakan-akan dia mencurigaiku. Seakan-akan suatu ketika ia akan menangkap basah diriku yang tengah membunuh seseorang, dan membawaku ke kantor polisi. Ditambah fakta akhir-akhir ini aku makin dekat dengan Gash.

Apakah dia cemburu? Aku menggelengkan kepalaku perlahan. Tidak, aku terlalu percaya diri. Dia meninggalkanku. Aku terduduk lemas di atas sofa ruang tamu. Aku sudah mencoba menelepon Valt dengan ponsel Tom. Tidak diangkat. Mungkin juga dia menggantinya dengan yang baru. Semuanya serba baru.

Baru saja aku membuka pintu kamar, Dash meneriakiku.

"Aku benar-benar bosan!" Dash menenggelamkan wajahnya ke bantal. "Tidak ada yang seru sama sekali. Padahal aku harus melihat darah...."

"Kau terdengar menyeramkan," ujarku datar. "Kamarmu ini belum dirapikan lagi?"

"Untuk apa dirapikan jika nantinya akan berantakan lagi? Buang-buang waktu saja!"

"Ucap seseorang yang menganggur di atas kasurnya," sindirku. "Kau mirip dengan Lymm."

Dash mendecak. "Yang benar saja," gumamnya ketus. "Aku... tidak mirip dengannya sama sekali!" Ia memeluk bantalnya erat-erat. Ah, manusia satu ini....

"Hei, Dash, aku mau menanyakan sesuatu."

Dash langsung duduk bersila di kasurnya. "Tanyakan saja," ujarnya. "Namun, jangan tanyakan apapun tentang Lymm."

"Aku sama sekali tidak tertarik dengan orang itu…." Aku terkikik. Kurapikan selimut Dash yang bertaburkan remah biskuit lalu duduk di sampingnya. Aku menatapnya dalam-dalam. "Bagaimana caranya kita mencari orang yang sudah lama hilang?"

Dash terpana, entah kenapa. Ia menggaruk-garuk kepalanya yang aku yakin sangat gatal. "Aku... tidak tahu," jawabnya lirih. "Mungkin mencarinya di tempat favorit orang itu? Bertanya pada orang-orang terdekatnya?"

Bukannya mendapat jawaban, malah pertanyaan yang ia lontarkan. "Mungkin saja," ucapku, memasukkan sedikit unsur riang di dalamnya. "Ngomong-ngomong, kau pernah dengar nama Valt Lender?"

Ia melirik ke arahku. "Laki-laki yang amat sangat berusaha untuk menjadi pacarmu?"

Aku terperangah. "Apa?"

Gadis itu mendengkus. "Gash memberitahukanku beberapa hal tentangnya. Namun aku tidak mau membantumu mencarinya."

Aku tidak memerlukan bantuanmu, Dash. Ya ampun….  "Tidak, aku tidak mencarinya. Aku hanya bertanya," sanggahku. "Lagi pula, kenapa kau tidak mau mencarinya?"

Ia menatapku datar, berkata, "Curiosity killed the cat...."

Aku mengernyitkan dahi. Dash beranjak, menaikkan celan jeans-nya yang melorot, lalu menaruh kedua tangannya di pinggang.

"Kusarankan kau tidak mencarinya. Apa kata kakakku nanti?"

"Aku tidak tahu," jawabku. "Ini bukan tentang...." Aku melirik ke arah jendela yang setengah tertutup tirai. "Ini bukan tentang hal itu."

"Memang bukan hal itu yang kubicarakan, Nona Muda." Dash menggelengkan kepalanya. "Definitely not it. Kau tidak tahu apa yang kubicarakan. Walau aku tahu sedikit tentang orang itu, aku tahu yang terpenting darinya." Dash menatapku dingin. "Dan kau tak tahu apa itu."

Aku mendengus. "Terserah. Aku juga tidak mau tahu," senyumku. "Toh, aku tidak terlalu memikirkannya. Aku sudah bukan aku lagi, bukan?"

Dash bergeming. Aku jadi takut aku telah mengatakan hal yang salah. Namun gadis jadi-jadian itu menaruh tangannya ke kepalaku, lalu menepuknya lembut beberapa kali.

"Aku... akan keluar sebentar," ucapnya. "Tolong jaga rumah ya, Erlyn."

Aku mengangguk. Kuikuti Dash hingga ke pintu depan. "Hati-hati di jalan!"

Dash menyeringai. "Itu sudah pasti! Ngomong-ngomong, aku sepertinya akan kembali nanti sore. Tolong bilang ke Lymm kalau aku tertidur sekaligus terkunci di kamar mandi saja, ya!"

Aku terkikik, lalu dengan tangan kananku berpura-pura hormat. "Siap, laksanakan!"

Dapat kulihat Dash berlari meninggalkan rumah seraya bersiul. Mungkin hanya perasaanku, tetapi semakin Dash menjauhi rumah, semangit kelam langit di atas. Ini waktu yang tepat untuk meninggalkan rumah. Aku tahu rumah ini dapat menjaga dirinya sendiri.

Tanpa buang-buang waktu, aku mengambil pisau pemberian Dash (dan baru beberapa hari yang lalu aku tahu nama lain benda ini, Butterfly Knife), menahan diri untuk tidak berteriak saat mengunci pintu (aku panik, oke?), menunggu beberapa menit agar tidak bertemu dengan Dash... dan akhirnya aku pergi, melakukan apa yang harus kulakukan.

Aku tidak tahu Valt menyukai tempat seperti apa. Ia hanya mengajakku berjalan sesekali, ke restoran-restoran kecil atau membelikanku beberapa manisan. Tidak banyak... tetapi itu bagaikan seseorang membelikan sebuah rumah untukku. Namun... walau Valt adalah pemuda yang baik, Gash selalu ada di sudut kepalaku. Ah, mengapa aku jadi memikirkan ini, sih?

Lihat selengkapnya