Petrichor

Sylicate Grazie
Chapter #22

- Third Storm -

Aku menggaruk mataku berkali-kali. Agak mengantuk... tetapi sepertinya aku harus bertemu dengan Tom malam ini, setelah terjebak selama entah berapa lama dengan Gash, tadi. Kutatap pemuda yang duduk di sampingku, terpenjarakan rak-rak buku tak berdebu. "Kepalamu tidak pusing membaca buku dengan...." Aku mengecilkan suaraku. "Sebelah mata?"

"Kalau sudah terbiasa...." Tom membuka halaman bukunya, lagi. Bahkan hanya dengan satu mata di wajahnya, kecepatan bacanya tak berubah. "... Tidak terlalu memberatkan."

Kuelus pelan sampul keras buku yang kupegang. Aku asal mengambil buku ini dari rak. Buku tebal yang sudah menguning. Sebenarnya aku sama sekali tidak tertarik untuk membaca buku, tapi aku takut kalau Tom akan mengusirku dari perpustakaannya jika aku tidak membaca….

Kali ini aku tidak akan bertanya tentang Valt Lender. Aku akan menanyakan sesuatu yang lebih membingungkan....

"Tom," panggilku lirih. Tom menurunkan sedikit buku yang nyaris menutupi batang hidungnya. Mata kirinya menatapku tajam. Mata satu-satunya. Aku menunduk, membiarkan rambut panjangku menutup sebagian wajahku. "Aku hanya penasaran, apa kau pernah dengar kata Ninox...."

Aku membuka kepalan tanganku, membaca catatan yang kutulis di sana. Sudah kupersiapkan sedari tadi sore setelah Gash memelukku selama berjam-jam. Gash bilang bahwa aku....

Kupikirkan nanti saja.

"Tentang sesuatu yang bernama Ninox Crauelle," ujarku lirih. Tom bergeming sementara, kemudian memalingkan wajahnya ke buku.

"Mereka hanya gerombolan orang," jawabnya dingin. "Gerombolan orang tak berguna yang suka mencari gara-gara. Sedihnya, terkadang kita harus berurusan dengan mereka."

"Karena apa?"

Tom menoleh ke arahku lagi. "Kau tahu mereka dari mana?"

"Aku bertemu salah satu dari mereka tadi pagi. Kelihatannya mereka tidak terlalu mengerikan...."

Pemuda yang duduk di kursi sampingku itu memalingkan wajahnya, lagi. "Kau belum lihat. Namun...." Tom menghela napas. "Kalau tidak salah Tuan Siegrain memberikanku pekerjaan lagi."

"Oh!" Aku menatapnya penasaran. "Siapa sekarang?"

Ia menatapku sinis. "Mengapa kau begitu semangat?"

"Tidak," ujarku lirih. "Aku hanya penasaran."

"Yah, kuharap kau tidak akan menjadi pembunuh berdarah dingin...." Tom membuka halaman bukunya, lagi.

"Aku... tidak mau...." Mataku berkedut, merasa agak tersinggung. "Aku sama sekali—"

"Aku tidak bermaksud mengatakan itu," sela Tom. "Jika kau benar-benar ingin tahu tentang mereka... kebetulan kita harus bertemu mereka untuk pekerjaan kita kali ini."

Aku tersenyum kecil mendengarnya. Semoga tidak ada hubungannya dengan Valt. "Kita akan membunuh seseorang dari gerombolan orang itu?" tanyaku pelan

Tom menggelengkan kepala pelan. "Tidak... entah kenapa kali ini agak berbeda."

Aku mengernyitkan dahi. "Ada apa?"

"Ini misi penyelamatan," ujarnya datar.

"Kau serius?" Sebuah suara baru memasuki pendengaranku.

Aku segera menoleh ke belakang. Kepala Gash menyembul keluar dari belakang sofa yang kududuki. Dari mana...? Kenapa aku baru sadar dia ada di belakangku selama ini?!

"Kau pernah lihat aku tidak serius?" tanya Tom. Sebuah seringai terbesit di wajahnya.

"Selama ini... sekali," jawab Gash, melipat kedua tangan di depan dadanya. "Ah iya, Erlyn melihatku menyelinap ke dalam tidak?" tanyanya tiba-tiba. Tatapan yang ia berikan ke arahku... agak berbeda dengan caranya dulu. Entah mengapa. Apa karena mata Tom? Tak mungkin Gash membuatku merinding seperti sekarang ini. Lagi pula, agak mengerikan melihat pemuda bermata satu yang mendadak muncul di belakangmu. Sekali ini aku akan mendukung Tom karena ia menutup sebelah matanya (yang tidak berbola mata) dengan kapas.

Aku menggelengkan kepala pelan. Gash tertawa.

"Ah, kau terlalu memperhatikan Tom," ujarnya manja. Aku tertawa kecil.

"Maaf, tapi sepertinya yang sedang kubicarakan dengan Tom," sekilas aku menatap Tom, ia tengah membaca bukunya tanpa mempedulikan keadaan kami di sini, "agak... penting."

"Penting?" ulang Gash. "Apa yang penting dari Ninox?"

"Ada sesuatu yang harus kuketahui di sana," jawabku. Gash menaikkan sebelah alisnya dengan senyum tanda tak puas di wajahnya. Ia mendecak.

"Aku tidak terlalu suka dengan orang yang berwajah dua seperti mereka...." Gash mendekati kepalaku. Bibirnya menyentuh rambutku, berbisik, "Kenapa kau belum lagi melupakan Valt?"

Aku menoleh ke arahnya, lalu agak menjauh. Hidung kami hampir bertabrakan saking dekatnya. "... Hubungan kami tidak seperti yang dulu," jawabku, berbisik pula. "Rasanya aneh mengetahui Valt sudah meninggal, tetapi kenyataannya ia masih bisa mengendarai motor secepat angin dan menyayangiku. Maksudku... mungkin saja ia tidak mati saat itu, tetapi...."

“Baik, baik… berarti aku harus menanyakan masalah ini pada Lymm.” Gash mendengkus. “Dasar mata sipit tak berguna.”

"Bukankah seluruh anggota Ninox Craulle seperti itu?"

Aku menoleh ke arah Tom. Ia meletakkan bukunya di atas meja kecil di antara kami.

"Hampir seluruh anggotanya sengaja melakukan itu. Seakan-akan mereka mati, tetapi tidak. Mereka menghapus data diri mereka sendiri dan membuat yang baru di sana."

Aku ternganga. "Kenapa?"

Tom mengedikkan bahu. Ia mendongak, menatap Gash yang masih berdiri. "Kau ingat ketuanya?"

Gash mendengus. "Perempuan gila itu? Seingatku aku sudah buta saat bermain-main di sana. Lagi pula kita belum pernah tahu siapa dia, bukan?"

Tom mendesah kesal. "Aku akan menanyakan lagi apa yang diperintahkan Tuan Siegrain." Ia bangkit, kemudian menepuk-nepuk kedua lengan kemeja hitamnya. "Kalian tidurlah," ujarnya.

Aku membuka mulut, "Kapan kita akan melakukannya?"

"Secepatnya," jawab Tom, membuka pintu dengan lambat. "Mungkin besok atau lusa. Sepertinya gerombolan itu menculik seseorang."

Aku menelengkan kepala. Bukankah... bukankah tadi aku juga diculik?

---

"Ya Tuhan, kukira kau bilang besok atau lusa...." Aku menutup kuapku. Kutatap sekeliling. Jalanan masih kosong melompong. Kami telah meninggalkan mobil Tom di sebuah restoran kecil, membiarkan Lymm dan Dash makan-makan di sana. Entah Tom sedang berbaik hati, atau mungkin dia akan menggunakan mereka sebagai bala bantuan. Kutatap kedua pemuda yang bersembunyi di balik semak-semak di depanku. "Kenapa jadi telat malam begini?"

"Tom sulit untuk menahan sesuatu," jawab Gash. "Termasuk buang air kecil."

"Apa-apaan kau," dengus Tom. "Perempuan yang bernama Zephyr Nightcall harus dicari sekarang juga, begitu perintahnya. Aku ini orang yang paling sabar dibentak-bentak oleh Tuan Siegrain. Sekali-kali kuajak kalian kena bentakannya."

Lihat selengkapnya