Petualangan Cho-Cho dan Sepeda Ajaib

Alisya Yuke Pradinta
Chapter #2

Cho-Cho

Ibunya memanggilnya Cho-Cho. Anak kecil berambut mangkok itu baru saja menginjak usia remaja. Cho-Cho memiliki badan yang paling kecil bila dibandingkan dengan teman sepermainannya, Rocky dan Rambo, mereka kembar. Hanya mereka yang mau bermain dengan anak berambut mangkok itu. Anak lain enggan menyapa atau berteman dengan Cho-Cho karena alasan klise: status sosial. Si Kembar mau bermain dengan Cho-Cho dengan alasan yang sederhana: hanya Cho-Cho yang bisa memanjat pohon mangga di pekarangan dekat rumah mereka. Memang tidak ada satu anak pun yang bisa menjangkau titik tertinggi pohon mangga selain Cho-Cho, si anak berkaki panjang.

Bocah empat belas tahun itu sebenarnya bernama Vicho. Tapi, karena sewaktu kecil ia belum bisa mengeja namanya dengan benar dan hanya bisa menyebut “Cho… Cho…”, alhasil sang ibu memanggilnya dengan sebutan Cho-Cho, dan begitulah ia lebih dikenal dengan nama itu, bahkan Rocky dan Rambo pun baru tahu nama aslinya saat mereka ada di kelas yang sama dan ibu guru mengabsen nama mereka bergiliran.

“Namamu Vicho?” tanya si Kembar dibalas anggukkan Cho-Cho.

“Kok, kita enggak tahu?” Rocky melipat kedua lengannya bak menghakimi.

“Kalian enggak tanya.”

Jawaban membosankan ala Cho-Cho tentu saja membuat si kembar naik darah, terutama Rocky. Pertengkaran adalah hal lumrah, Cho-Cho dan Rocky bak pasutri yang sedang memutuskan untuk lanjut atau berpisah. Rocky seperti seorang gadis yang merasa dikhianati, sementara Cho-Cho adalah laki-laki yang mengkhianatinya, ditambah sikap ketidakpeduliannya tentu membuat seorang gadis marah, kan? Rambo? Dia sudah seperti mertua yang menjadi penengah agar anak dan menantunya bisa berdamai.

Berbeda dengan si Kembar yang terlahir sebagai anak juragan ikan, Cho-Cho lahir dari rahim seorang ibu yang biasa-biasa saja dan ayah yang juga biasa-biasa saja. Ia bukan anak istimewa di mata dunia, hanya anak dari seorang nelayan sederhana dan penjual ikan di pasar. Kalau kau ingin tahu, tak ada yang bisa kau cium ketika berada di rumah Cho-Cho selain bau ikan. Meski begitu, membolak-balik ikan di tengah terik mentari menjadi hal yang paling disukai Cho-Cho, apalagi saat ia melakukannya dengan ibunya. Tidak, ia tidak pernah bosan melakukannya.

Hal kedua yang disukainya yang pasti tak lain tak bukan adalah berlari kesana-sini dengan teman kembarnya itu. Entah menangkap capung, memetik mangga tetangga, atau hanya sekadar tidur di pesisir pantai sambil menatap langit yang kian lama kian jingga dan menghitam. Dari kejauhan mereka bertiga sudah seperti setangkai bunga matahari yang menjulang tinggi dengan dua ekor kodok kecil di kanan-kirinya yang gemuk dan imut, meloncat ke sana-sini.

“Wah! Ada pesawat!” Teriak Rambo saat melihat pesawat melintas di atas langit, meninggalkan bekas-bekas lintasan awan menggumpal yang dalam imajinasinya berbentuk seperti asap roket.

“Pesawat!!! Minta uang!!!” Teriak Rocky.

“Kamu, kan sudah punya uang,” kata Cho-Cho.

“Siapa bilang uangnya buat aku.”

Lihat selengkapnya