Petualangan Coelogyne Pandurata (Season 1)

Maulida Ajeng Priyatnomo
Chapter #1

Demo

Tahun 2022

Tahun yang berat bagi seluruh dunia. Sebenarnya, sudah berat sejak dulu. Bencana alam di mana-mana, virus melanda dengan ganas membuat ratusan juta manusia mati. Tubuh mereka satu persatu tumbang, entah saat berjalan, bekerja, bahkan sekedar duduk di kereta.

Ternyata tidak hanya itu. Teknologi yang semakin maju, bahkan ada dunia secara virtual mulai berkembang pesat. Lowongan pekerjaan di mana-mana lebih membutuhkan manusia-manusia semi robot untuk terus bekerja dengan keahlian program maupun teknologi.

Polemik pendapat-pendapat juga semakin terbuka lebar. Feminisme, demo pembaharuan negara, perebutan kekuasaan, dan setiap kejahatan satu persatu diusut. Perkembangan teknologi lah yang membantu semua semakin serba mudah. Yang sebenarnya akan menjadi bomerang suatu saat nanti.

Dan, kini dampak itu mulai terasa walau belum sepenuhnya.

Saat semua negara fokus untuk mengembalikan keadaan bumi untuk lebih baik lagi, justru negara ini menjunjung tinggi demokrasi, tapi bersifat diktaktor yang tersembunyi.

Negara ini bernama Cosnuci. Negara yang tidak pernah diakui oleh peta dunia. Negara yang kadang terlihat kadang tidak. Negara penyendiri, semua batasan merupakan lautan. Negara dengan aturan ketat, undang-undang yang bisa berubah kapan saja sesuai mood Raja.

Negara Cosnuci berdiri sejak lima puluh tahun lalu. Entahlah, kalau kalian mencari-cari negara ini, tidak akan ada sejarahnya. Kecuali, kamu datang langsung ke Perpustakaan pusat Negara Cosnuci. Di sana, bahkan ribuan ada buku sejarah soal Negara Cosnuci.

Saat awal-awal Negara Cosnuci mulai memintal pembangunan, proyek penanaman kelapa sawit ada di semua daerah, dan pertambangan merajalela, semua terasa aman dan berjalan lancar. Bisa berdampingan dengan lega dan bijaksana. Namun, tidak untuk sepuluh tahun terakhir ini.

Demo ada di mana-mana.

Kebakaran marak terus terjadi.

Kelapa sawit semakin menipis.

Hewan-hewan liar mulai terlihat kembali.

Di saat itu pula, Negara Cosnuci memberi peringatan. Menyebarkan berita-berita duka dan amarah. Kembalinya hutan bukan keinginan mereka. Karena pembangunan tidak akan pernah bisa disandingkan dengan kepentingan alam. Itu pendapat mereka.

Ya, mereka marah pada seseorang.

Seseorang yang sangat berpengaruh pada keamanan alam, hutan, dan para hewan.

Saat hutan terbakar, pasti keesokan harinya akan tumbuh tunas-tunas yang siap tumbuh. Saat terbakar lagi, tumbuh tunas lagi. Saat terbakar, akan tumbuh tunas yang lebih banyak. Selalu terulang.

Bila negara lain berusaha melawan soal isu alam, deforestasi, dan memulihkan bumi, Negara Cosnuci sebaliknya. Egois. Lebih mementingkan pembangunan teknologi yang super canggih demi kemudahan manusia.

Kemudahan yang klise.

*****

Ruangan Rapat Kerajaan.

“Jadi, kita harus bagaimana, Raja Cosnuci?” tanya salah satu menterinya. Menteri pembangunan dan teknologi.

Raja Cosnuci terdiam. Mengelus janggut putihnya.

Rapat dadakan. Terdapat Raja Cosnuci dan sepuluh menteri berkumpul. Ditambah, tiga orang lelaki menggunakan jas hitam duduk di sebelah Raja Cosnuci. Mereka tentu bukan asli warga Negara Cosnuci.

“Menurutmu bagaimana, Calum?” tanya Raja Cosnuci ke salah satu lelaki itu.

Calum menghela napas keras. “Sudah kukatakan, kalian terlalu santai! Kita belum tahu apa faktor tanaman bisa tumbuh secara cepat. Kalau begini terus, bagaimana kita akan melakukan pembangunan secara cepat? Tentu, aku yakin sekali negara lain akan kalah bila tidak terhambat soal tunas-tunas sialan itu.”

“Lantas harus bagaimana?” tanya Raja Cosnuci lagi.

Calum mengode kedua lelaki itu. Mereka menyalakan LCD super mini buatan Peneliti bernama Arash. Salah satu lelaki itu menekan tombol on, lantas memberikan presentasinya yang cukup rumit.

“Kita akan membuat rencana,” Calum berkata tegas. Sepuluh menteri dan Raja Cosnuci terdiam, menatap serius layar. Lelaki itu menekan tombol play.

Terdapat beberapa konsep peta pikiran soal rencana-rencana mereka.

“Terdapat kejanggalan di sini. Kebakaran hutan terjadi saat pagi buta menjelang matahari terbit. Oke, kita bisa duga ada seseorang menebar bibit-bibit pohon. Namun, pertumbuhan itu harusnya bisa terlihat saat siang hari kalaupun itu tanahnya sangat subur dan gembur. Kalian tahu sendiri, negara ini memiliki tanah yang memang disengaja hanya bisa untuk ditanami kelapa sawit.”

Calum memberikan gambar tunas pohon. “Lihat, ini adalah bunga tapi batangnya berkayu kuat. Pohon kupu-kupu. Dalam bahasa latinnya, Bauhinia variegata. Pohon ini memiliki batang kayu yang kuat, bisa tahan angin, dan bisa dijadikan obat.”

Calum menghela napas keras. “Keanehan mulai muncul di sini.”

Calum menampilkan akar dari pohon bunga kupu-kupu itu.

“Pohon bunga kupu-kupu akarnya itu sangat lambat untuk tumbuh. Saat dilakukan penyelidikan, semua tunas akarnya sudah tertancap kuat ke tanah. Makanya dilakukan pembakaran lagi sampai akar-akarnya. Namun, kita salah langkah. Tunas itu tumbuh lagi dalam sekejap. Bukankah itu sangat janggal?”

Lengang.

“Belum ada penemuan yang bisa menumbuhkan tumbuhan hanya dalam waktu satu jam dua jam? Ada? Pun paling minimal satu hari bukan? Ditambah, tanah lokasi pembakaran bukan termasuk tanah subur untuk bisa bertumbuhnya pohon ini,” Calum menghela napas keras. Mengusap mukanya, terasa mengkal.

Raja Cosnuci menatap satu persatu menterinya. Para menteri mencatat baik-baik.

Calum menggeser layar. “Kita hentikan dulu pembakaran hutan. Kita harus melakukan penyelidikan—“

PRANGG! Kaca jendela ruangan rapat pecah. Batu besar menghantam salah satu kepala menteri hingga bocor. Terdengar keributan dari luar. Calum menghentikan presentasinya, menatap ‘tanya’ ke Raja Cosnuci.

“KEMBALIKAN HUTAN KAMI!” teriak mereka.

“LAKUKAN PENGHIJAUAN!” teriak mereka lagi.

PRAANGGG! Kaca jendela besar Istana pecah lagi.

Para pengawal Raja Cosnuci segera masuk, melindungi rajanya. Para menteri kasak-kusuk mencari tempat perlindungan di bawah meja. Calum dan kedua lelaki itu sudah menyiapkan pistol terbaik.

“Jangan, jangan kamu tembak mereka. Kepercayaan mereka akan semakin menurun. Kita harus bisa meyakinkan, bahwa kebakaran hutan persitiwa ketidaksengajaan.”

Calum menurunkan pistolnya. Benar yang dikatakan Raja Cosnuci.

PRANGG! Kaca rontok kembali.

“KELUAR KAMU RAJA COSNUCI BEJAT!” teriak mereka.

“KELUAR!”

“KELUAR KALAU KAMU MEMANG RAJA!”

“KAMU HARUS TANGGUNG JAWAB ATAS TINDAKANMU!”

Raja Cosnuci menganggukkan kepala, memberi kode pada kedua pengawalnya. Pengawalnya sudah siap sejak tadi. Dia keluar dari pintu rapat, ada bangunan kecil khusus dia memberi pengumuman dari atas.

Terdapat ribuan orang berkumpul. Mereka membawa batu-batu besar dan spanduk bertuliskan, “Kami memilih hidup dengan hutan, daripada membunuh hutan,”

Raja Cosnuci menghela napas keras. Mengangkat tangannya tinggi-tinggi. “Pihak pusat akan segera menganalisis penyebab kebakaran—“

“LAKUKAN SIDANG. AKU BERANI BERTARUH ATAS APAPUN. BUKTI-BUKTI SUDAH TERKUMPUL KUAT DI SINI. LAKUKAN SIDANG!” seorang wanita berteriak. Rambut panjangnya dicepol. Dia menggunakan celana dan baju lapangan. Wanita itu mengacungkan kertas tinggi-tinggi. Tatapannya marah sekaligus serius. Dia naik ke atas mobil yang dibawa. Membawa toa di tangan kanannya.

“LAKUKAN PENYELIDIKAN DARI DEWAN KEAMANAN DUNIA!” teriaknya lagi.

“SIDANG!”

“SIDANG!’

“SIDANG!’

“SIDANG!” teriak mereka lagi sambil mengangkat tangan tinggi-tinggi.

Raja Cosnuci terdiam melihat wanita itu. Demo ini sampai membawa Pengacara tercerdas se-Negara Cosnuci. Pengacara yang paling dicari, tapi yang paling sulit untuk dimintai tolong.

“BERIKAN KEADILAN BAGI HUTAN!”

Lihat selengkapnya