Tiga Tahun Kemudian.
Cosnuci kembali ‘damai’. Rakyat patuh pada Raja Cosnuci, tidak ada demo, tidak ada kebakaran—karena soal kelapa sawit itu sudah ada undang-undangnya sendiri, DIPERBOLEHKAN. Bahkan, perkebunan kelapa sawit semakin merambah luas. Delapan puluh persen Negara Cosnuci sudah tertanami oleh kelapa sawit.
Dan berita itu dianggap kegembiraan bagi Raja Cosnuci. Yang berarti rakyatnya harus bahagia.
Lantas, bagaimana kawasan penduduk itu?
Tidak ada kabar. Tidak ada pemberitaan. Tidak ada kasak-kusuk, bahkan wartawan dan media masa terkenal tidak ada yang unjuk diri. Bungkam. Atas peraturan undang-undang yang dibuat.
Demi pembangunan berkelajutan dan teknologi. Termasuk pendidikan.
Raja Cosnuci adalah pengendalinya.
*****
Negara Cosnuci mempunyai empat puluh sekolahan. Setiap satu sekolah terdiri dari Elementary School sampai Senior High School. Gedung menjulang tinggi ke atas, seragam sekolah yang keren, dan teknologi yang mulai bertumbuh seperti jamur. Walau, ya, belum bertumbuh-tumbuh sekali.
Dipaksakan. Kata yang tepat.
Di antara puluhan sekolah, hanya ada satu sekolah yang menjadi pusat acuan. Sekolah ini sangat membanggakan. Masuk saja ada wawancara dan bukan sembarang wawancara. Ditanya hobi. Kalau salah satu hobi kalian tidak membaca, tamat. Tendang.
Bisa bohong, kan?
Tidak. Sekolah ini tidak bisa dibohongi dengan murah. Kalian akan dites selama satu jam penuh untuk membaca. Tentu, bukan membaca novel kesayangan kalian. Membaca jurnal, hasil penelitian, dan berita. Maka, penyeleksi dari pihak psikolog akan tahu, mana anak yang benar-benar suka membaca atau sekedar dipaksakan suka membaca.
Hanya hobi membaca?
Lagi, sekolahan ini juga mengandalkan bagaimana dia saat di JHS. Apakah hanya siswa biasa-biasa saja, apakah dia ada bakat, apakah dia hanya siswa yang sukanya tidur di kelas. Kalau kalian termasuk anak-anak yang belum tahu bakatnya dan sukanya tidur di kelas, lebih baik mundur. Sekolah ini tidak butuh.
Kejam memang. Yang di mana sekolahan harusnya mencetak siswa-siswa bisa berkembang lebih baik dalam proses menyerap pembelajaran, eh, sekolah ini palah memilih siswa-siswa yang sudah cerdas berbakat pula.
Lantas, apa gunanya sekolahan itu?
Ya, jelas, ada. Guru-guru mereka tidak akan bersikeras mengajari anak-anaknya. Berikan tugas dan soal-soal, mereka pasti juga akan mengerjakan tanpa disuruh. Yang tentu itulah tujuan utamanya.
Guru di sekolah ini tidak hanya bertugas mengajar saja, tapi juga melaksanakan perintah lain. Perintah rahasia.
SHS 001. Sekolah yang masih dipertanyakan.
*****
Seusai MOS
Ratusan siswa memakai baju JHS keluar dari ruangan aula. Mereka berhimpit-himpitan, menunggu depannya yang mengantri turun dari tangga—memakai lift membutuhkan waktu lebih lama. Satu dua bersorak senang—tidak lagi mendengar teriakan Kakak Senior, satu dua berkenalan, berbagi nomor yang bisa dihubungi, dan saling berpelukan karena bertemu lagi.
Saat yang lain saling mengobrol, ada dua siswi yang sangat kontras. Satunya diam, berjalan dengan segala ketenangannya. Satunya melihat ke bawah, ke samping, ke atas, ke kanan, ke kiri, semua dia toleh. Saking bangganya bisa masuk ke SHS 001. Nama siswa itu Hayfa dan Gyn.
Ya, benar. Gyn anak dari Varie dan Jere.
Hayfa mengulat. Mukanya cerah. Matanya berbinar. Dia menatap sekeliling dengan senyuman lebar. “Akhirnya, MOS kelar juga,”
Di sampingnya, Gyn terdiam. Menatap datar ke depan.