Hayfa menatap Gyn gelisah. Gyn santai saja, dia tetap makan salad kesukaannya. Sudah seminggu setelah pertandingan spesial itu. Dan, sudah seminggu lebih soal Pohon Beringin yang bisa berjalan itu. Gyn berusaha melupakannya. Menganggap, itu semua hanya halusinasi. Hayfa juga tidak mau membahas agar perasaan Gyn lebih tenang.
Hayfa menatap Gyn. Menatap makanannnya yang selalu itu-itu saja.
“Kamu nggak penasaran masakan yang pakai minyak?”
Gyn menggeleng. Tetap makan. Gyn sudah disiplin sejak dulu tidak pernah makan makanan berminyak. Ibunya selalu saja memasak makanan sehat. Walau, sesekali makan berminyak, itupun masih sangat terbatas. Setahun sekali.
Hayfa melanjutkan makannya. Sereal dan susu. Tadi pagi, dia belum sempat sarapan—begadang membaca komik soalnya. Dia melihat-lihat sekeliling kantin. Lumayan ramai. Mereka sesekali tertawa, entah apa yang dibahas. Tatapannya berhenti.
Hayfa menatap resah Gyn. Menatap sekitar. Banyak mata yang sesekali melirik ke Gyn, sesekali berbisik ke temannya. Tentu, sejak seminggu yang lalu, nama Gyn semakin terkenal. Bukan hanya soal dia sangat cemerlang di pelajaran Biologi—nilainya selalu seratus, tapi bertambah saat dia berhasil mengalahkan Gabrian, si Master Karate dari SHS 001.
Sejak itu pula gosip—kebanyakan gosip negatif— beredar. Justeru, Gabrian semakin dielukan oleh cewek-cewek. Nasib Gyn tetap sama. Tidak ada yang mau mengakui kehebatannya. Terlebih karena sikapnya yang selalu datar dan tidak mau beramah tamah. Dingin dan tidak pernah tersenyum. Siapa coba yang mau berteman dengan orang seperti itu? (Hayfa).
Walaupun Gyn berada di Kantin, tetap sama perlakuan mereka. Bisik-bisik yang selalu merendahkan Gyn. Sayangnya mereka salah sasaran untuk membuat seseorang mental down. Gyn adalah Gyn. Sikap tidak peduli yang dia miliki justeru membuatnya beruntung. Tidak peduli omongan negatif, tetap berjalan seperti biasa. Yang merasa kasihan hanya Hayfa.
Gyn berhenti menyuap. Menatap Hayfa. “Ada apa?”
Hayfa menelan ludah. “Em....”
Gyn menatap serius Hayfa.
Hayfa melirik ke pojok kanan. Geng Penguasa duduk di sana sambil menatap Gyn dan Hayfa. Di mimiknya, Franzoni tidak ada lagi ketakutan. Bahkan, dia sangat percaya diri. Terlihat berani semisal Gyn melawannya. Apalagi kedua temannya. Mereka cengar-cengir seperti merencanakan sesuatu.
Tak hanya itu, terlewat dua bangku kantin, Gabrian duduk bersama salah satu temannya. Dia sesekali melirik Gyn. Sebal. Tentu, tangan kirinya di gips karena geser. Hayfa sangat heran. Kenapa tidak? Lihat saja, banyak makanan di meja Gabrian. Sebagai balas empati karena tangannya cidera. Sekali idola tetap idola. Mau dia kalah memalukan, bahkan masuk penjara sekalipun, tidak masalah. Yang penting ganteng.
Hayfa sekali lagi menelan ludah. Kok, kaya, dikepung musuh, sih?
“Ada apa?” tanya Gyn sekali lagi.
“K-kita pergi dari sini, yuk?” Hayfa tidak menyentuh sama sekali pesanannya. Nafsu makan turun drastis karena ada Franzoni.
Gyn meletakkan sendok. “Tumben?”
“A...aku ingin sedikit makan buat mampir di resto baru itu!”
Gyn menatap datar Hayfa. Mengangkat bahu. Baiklah.
Mereka berdiri. Akan melangkah keluar.
“Wow...ternyata anak seorang orang tua superhero, toh?”
Gyn belum menggubris. Dia tidak merasa soalnya.
“Seorang pengacara wanita yang berani demo di depan Istana Raja Cosnuci.”
CLAP! CLAP! CLAP!
“Very good,” serunya.
Gyn terdiam. Menoleh ke arah Franzoni.
“Wah... bukankah ah... namamu kaya mau ngecas ponsel? Colokin...colokin...lagipula nama juga aneh. Coelogyne Pandurata? Ewh, kuno sekali.”
Gyn tetap menatap Franzoni. Anak ini lagi!
Kaki Hayfa sudah bergetar. Bahaya, BAHAYA!
“Betul, kan?” ejek Franzoni. Seisi kantin melihat, termasuk Gabrian.
Gyn menatap tajam Franzoni. “Colokin ke mana? Hidungmu?”
Seisi kantin menahan tawa. Gabrian palah sudah tetawa cekikikan. Wah, cewek itu sarkas juga!
Franzoni menghela napas keras. Jengkel. Namun, mukanya tetap mengejek. Menatap Gyn pongah.
“Bukankah nama ibumu juga sangat aneh, Gyn?”
Gyn sedikit terkejut—tapi mukanya tetap datar. Darimana anak ini tahu Ibuku?
Hayfa terbelalak. Kakinya sudah mulai bergetar hebat. Tangannya dingin. Menatap Gyn perlahan. Kumohon Gyn, jangan ngamuk di sini! Duh, itu Kakak Kelas goblok banget, mancing-mancing amarah Gyn. Dia belum tahu kalau Gyn marah!
Seisi kantin beku. Mereka yang canggung, memilih pergi dari kantin. Lagipula, lima menit lagi bel tanda masuk berbunyi. Ibu Kantin pura-pura ke belakang membersihkan piring. Semua orang tidak mau berurusan dengan cewek yang sudah mematahkan tangan, kaki, dan membuat ‘master’ karate kalah telak di hadapannya. Ditambah anak Petinggi Wakil Rakyat. Sekali mereka ikut campur, jeblos ke penjara hal kecil untuk mereka seperti menggali upil.
“Pengacara tercerdas di Negara Cosnuci, bukan begitu?”
Tangan Gyn mengepal keras. KENAPA ANAK INI TAHU!
Hayfa memegang lembut bahu Gyn dengan bergetar. “G-G-Gyn...ayo, keluar! Bel tanda masuk segera berbunyi. Kamu nggak mau ketinggalan pelajaran Biologi, kan?”
Gyn tetap diam. Menatap tajam Franzoni. Siapa anak ini?
“DEMI ALAM, DEMI ALAM, DEMI ALAM!” Franzoni berteriak. Membuat Gabrian dan sahabatnya saling tatap. Kedua teman Franzoni cekikikan.
Napas Gyn menderu. Jelas, Franzoni sudah tahu siapa ibunya.
“Demi alam apanya, kita mau jadi tarzan selamanya, gitu?”
Kedua teman Franzoni tertawa keras. Kepalan tangan Gyn semakin mengeras. Hayfa sudah pucat, menggelengkan kepala ke arah Franzoni. Memberi kode untuk berhenti memancing Gyn.
“Apa, Anak Mami? Tentu, aku sudah melihat pertandingan spektakuler itu. Si Master Karate, andalan sekolah untuk selalu menang saat perlombaan, dikalahkan Gyn, kan? Terus kenapa? Aku tidak takut!” seru Gabrian.
Gabrian yang merasa itu dirinya menggeram. Apa urusannya?Sahabat Gabrian beranjak pergi. Tidak tertarik dengan perkelahian Franzoni. Malah berurusan dengan anak itu.
Franzoni berdeham. “Bauhinia Variegata. Nama lengkap ibumu. Right?”