Adalah Ibrani Elhanan atau yang biasa dipanggil dengan sebutan Bani, seorang anak kecil yang sedang asyik dengan dunianya sendiri ketika suasana ramai akibat perbincangan manusiawi terjadi dalam perkampungan padat penduduk sekitar Jalan Swadaya, Pasar Minggu tempat kediaman Bani.
Banyak warga berkumpul untuk berbincang di depan rumah salah satu penduduk untuk membicarakan masa depan mereka, Tak kecuali pemudi yang pulang cepat sekolah mereka dan juga Rosa, ibu dari Ibrani yang ikut nimbrung untuk mempertimbangkan nasib keluarga kecilnya. Hal yang jarang terjadi ketika Rosa berani masuk ke dalam perkumpulan tetangganya, pasalnya ia adalah ibu pekerja yang biasanya pagi ini pasti sudah berada di Pasar melayanipara pelanggan toko.
Kebanyakan yang berkumpul dari warga tersebut adalah pendatang yang berasal dari luar Jakarta termasuk Rosa, paling dekat asal salah satu mereka adalah Kota Bandung.
"Terus kamu gimana, Ndok? Toko punya Sari anakku tutup loh. Daganganku juga hari ini tumben sepi." Tanya Sarti, seorang tetangga Rosa yang juga pemilik rumah yang disewakan oleh Rosa dan keluarganya kecilnya.
"Aku juga ga berani Bude, hari ini minta libur. Sekarang lagi nunggu ayahnya Bani buat beli tas sepatu sekolah." Jawab Rosa, sambil menatap warga sekitar yang ikut mendengarkan dengan seksama.
"Berani Tah?" Tanya ibu yang lain.
"Ya beranilah. Kan suaminye pulisi, lagian timbang ke Pasar doang kaga nyampe seharian masih aman Bu." Timpal ibu sebelah Rosa dengan logat kentalnya. Ibu ini termasuk salah satu warga asli yang menyambut banyak pendatang baru.
"Iya, sudah aja ga usah masuk kerja dulu. Bapaknya Bani kan polisi dipotong gaji sehari dua hari masih bisa makan, Toh?" Timpal yang lainnya lagi. Rosa hanya merespon dengan senyuman.
"Bani sudah gede juga ya, Mbak. Perasaan baru kemarin datang kesini masih di gendong-gendong." Ucap Dinda, tetangga persis samping rumah Rosa yang juga penyewa.
---
Dilain tempat, Ibrani sedang mengumpulkan pensil warnanya yang sudah tercecer setelah mewarnai buku bergambar hasil rengekan ketika berbelanja diagen buku dengan ibunya seminggu yang lalu, ibunya sengaja memberikan buku yang seharusnya disimpan untuk nanti agar bisa meninggalkan anaknya keluar rumah dan Bani tetap berada di rumah. Karena terkadang, ketika Rosa akhirnya bisa mengikuti naluri hati untuk berkumpul bersama ibu-ibu sekitar Bani seringkali nimbrung dan menimpali omongan ibunya sendiri, seperti mengkalrifikasi kalau mulut ibunya senang mengarang.
"Biarin deh, nanti bisa beli lagi sama Ayah." Celetuknya persis ketika ibunya datang.
"Ealahhh, nggak gitu dong. Carikan dulu sampai ketemu kalau bener-bener ilang nanti baru minta sama Ayahmu." Sambut Rosa ketika baru masuk ke dalam rumahnya dan mendengar anak semata wayangnya bersiasat.
"Yah, Bu. Lagian kan emang sudah hilang juga dua pensilnya. Masa harus bener-bener ilang banyak. Bani sudah mau kelas tiga, Bu."
"Terus kalau kelas tiga, harus beli pensil warna lagi? Kamu kan masih punya krayon." Tawar Rosa.
"Ibu... Bani ga bisa pake krayon. Terlalu besar." Ucap Ibrani dilanjut dengan mulut dimajukan karena kesal.
"Yasudah, Ibu bantu carikan dan rapihkan biar cepat selesai. Nanti kalau Ayah datang kita bisa langsung jalan." Kata Rosa menenangkan anaknya.
Tak berlangsung lama tepat pada pukul 10 Ayah Ibrani pulang dari kerjanya di kota lain. Setelah mandi dan makan untuk mengisi perutnya setelah bekerja keras, Ayah Ibrani langsung membonceng Ibrani dan ibunya pergi ke Pasar yang dekat tempat tinggal mereka yaitu, Pasar Minggu.