Petualangan Ibrani

Mala Armelia
Chapter #7

Jualan

Menjual tanpa modal sudah biasa dilakukan sejak lama sekali. Kegiatan bertukar barang tanpa perlu menyetok barang spesial dengan membelinya terlebih dahulu, kita biasa mempelajarinya dengan sebutan barter. Dan seyogyanya kegiatan jual beli hingga kini adalah kegiatan barter atau bertukar barang yang dilakukan dengan lebih sistematis menggunakan alat tukar yang bernilai lebih atau setara dengan sebutan uang. Lalu, bagaimana jika sudah ada alat yang dikeluarkan bernama uang dari tahun 1953 dari pemerintahan Indonesia tetapi kegiatan jual beli tidak terjadi dengan semestinya? Oleh karena itu tetaplah terjadi barter yang dilakukan rakyat menengah ke bawah untuk mempertahakan kelangsungan hidup bahkan sampai saat ini, barter masih dilakukan di Papua pedalaman.

Dan menjual tanpa modal selain barter bisa saja terjadi, salah satunya akibat kejadian Mei 1998. Selain untuk di bawa pulang barang yang habis digunakan dalam penjarahan sebagai kebutuhan hidup sehari-hari adapula dari mereka yang secara sengaja menjual barang jarahannya itu sebagai modal untuk membeli bahan pangan selama krisis ekonomi dan pengangguran terjadi. Tidak salah satunya Junet dan Ibrani.

Junet dan Ibrani kemudian berjalan keluar terminal menuju daerah pejaten untuk menjual jam tangan yang diambil Junet entah punya siapa saat ia kembali setelah mengantar Ibrani keluar dari gedung Robinson untuk mengambil speakernya, karena merasa tidak ada yang punya saat itu karena sudah sepi ia memutuskan untuk membawanya dan jam yang memiliki tali rantai berwarna keemasan dengan bentuk lingkaran berdiameter hampir 3 centimeter itu sama sekali bukan tipenya, jadi ia putuskan untuk menjualnya di toko jam tangan atau toko aneka jam atau toko barang elektronik jika tidak menemukan toko jam atau toko barang bekas asalkan ini dijadikan uang karena ia lupa membawa dompetnya, beruntung saat menyeruput kopi di depan stasiun Junet belum di tagih bayaran.

Setelah hampir seratus meter keluar dari Terminal, Ibrani yang merasa aneh karena tidak di tawarkan pulang bertanya heran,

"Bang, kok saya tidak di ajak pulang?" Katanya dengan mata melihat ke arah belakang, ke arah jalan menuju rumahnya.

Junet yang tidak mengerti maksud pertanyaannya langsung menjawab sambil menengok ke arah Ibrani,

"Nanti habis jual jam, Abang ajak ke rumah abang, ya." Tawaran Junet memberikan perintah untuk Ibrani.

"Bani belum pernah main jauh." katanya berucap dengan sesekali melihat ke belakang meskipun kakinya tetap melangkah maju. Langkahnya berhenti hampir dua meter dari Junet yang masih terus berjalan maju saat melihat ada kereta memasuki stasiun.

Junet yang merasa hanya berjalan sendiri menengok ke belakang memastikan,

"Kenapa Dul?" Katanya berbalik, tidak merasa ada yang aneh mengajak anak laki-laki di depannya berjalan jauh.

"Abang gamau pulang?" Ibrani bertanya sambil menatap serius ke arah Junet setelah berdiam beberapa detik untuk melihat kereta.

"Pulang, tapi abang jual ini jam dulu." Junet menunjukkan jam berwarna emas ke depan mata Ibrani. "Rumah lu dimane kalo jauh kudu pake ongkos?" Tanya Junet saat kereta memberikan klakson tanda akan melanjutkan perjalanan membuat Ibrani tidak mendengar jelas apa yang dibicarakan oleh Junet, yang terdengar di telinga Ibrani hanya kata "Kos".

"Apa, Bang?" Ibrani meminta pengulangan.

"Kudu pake ongkos." Jawab Junet tidak mengulang persis kata yang ia ucapkan dari sebelumnya, ia tidak menanyakan ulang dimana Ibrani tinggal.

Ibrani menerima maksud dari Junet karena jika ingin pulang ke rumah bersama ibunya menggunakan ojek pangkalan ia juga harus membayar seharga 3ribu rupiah, Namun ia juga teringat pernah satu sampai tiga kali bersama ibunya jalan kaki saja ke pasar meskipun setelah sampai rumah rasanya pegal sekali dari ujung kaki sampai kepangkal paha saat pertama kali hanya berjalan saja sampai pulang.

"Tapi..." Kata Ibrani masih berpikir kata apa yang harusnya Junet ucapkan.

"Udah... tenang aje." Ucap Junet menenangkan.

"Yaudah."

Junet yang mendengar langsung berbalik badan, meneruskan perjalannya berjalan lebih dahulu menyusuri kawasan pejaten untuk mencari toko jam tangan yang biasanya ia lewati. Namun sampai 700 meter kemudian tidak ada toko apapun yang terlihat melebarkan pintu menerima pelanggan masuk.

Ibrani yang hanya mengikuti tanpa mengerti jadi bingung, sudah ada tiga tempat yang ia pikir itu adalah tempat yang akan ia kunjungi. Ia tidak sabar ingin membuka mainan robot yang saat ini sudah ada di dalam tas gembloknya, tangannya sudah pegal memeluk benda yang dibungkus kardus itu jadi ia memutuskan untuk menaruhnya di tas setelah berjalan 300 meter dari stasiun.

"Masih lama bang?" Tanya Ibrani melihat jalan yang sepi tanpa terlihat ada suatu tempat yang bisa didatangi sepanjang matanya memandang.

"Kenapa?"

Ibrani langsung menggeleng cepat.

Lihat selengkapnya