Juli kesusahan berjalan karena kegelapan menemani ketika masuk ke dalam lubang hitam ini. Dia juga tidak bisa melihat apapun kecuali dindingnya yang terasa basah saat disentuh daripada berjalan terus Juli memutuskan untuk berhenti sejenak lalu berjongko mencoba menyentuh bagian bawah kakinya berpijak.
Tekstur tanah kering menjadi hal pertama dirasakan setelahnya ada suara langkah membuat Juli seketika berdiri dengan rasa was-was.
"Ibu ada disini?"
Tadinya akan lanjut berjalan mendadak terpaku oleh suara yang ditunggunya yaitu suara dari Gendis.
"Kamu dimana, Dis?" tanya Juli berusaha menggapai sesuatu di depannya tetapi tidak ada apa-apa.
"Sebentar, aku lagi hidupin senter, kenapa gak bisa nyala sih?" Gendis berusaha menyalakan senter sesekali memukulnya berharap senternya mulai bekerja.
"Coba berikan pada ibu."
Meski gelap akhirnya Gendis bisa menyerahkan senter ke tangan Juli. Begitu menyala, keduanya saling tatap sesaat lalu mengangguk kecil. Semacam telepati yang menyatukan sehingga tidak perlu banyak bicara untuk keluar dari situasi ini.
Semakin ke dalam ternyata ada beberapa hal yang membuat Juli dan Gendis tercengang. Disana, beberapa orang tengah merintih sambil memegang perutnya dan keduanya simpulkan kalau orang-orang itu sedang kelaparan.
Orang-orang itu menatap Juli dan Gendis asing kemudian kembali tidak peduli karena perut mereka semakin sakit menahan rasa lapar. Kasihan melihatnya, Gendis mengeluarkan air minumnya dengan hati-hati menyimpan di bawah. Kemudian mengalihkan atensi orang-orang menatapnya lagi dan salah satu dari mereka menggunakan pakaian serba hitam mengambilnya. Dia menghirup aroma air yang diberikan lalu setelahnya tersenyum menimbulkan tempatnya kini berubah menjadi terang benderang. Jangan lupakan orang-orang merintih tadi sudah berdiri tegak sambil tersenyum simpul.
"Terimakasih," ucap orang tadi yang kini berubah bersahabat juga baju yang dipakainya telah berganti dengan warna yang lebih cerah.
"Apa kalian keluarga yang tertarik dengan kota Abada?" lanjutnya.
Juli dan Gendis mengangguk kompak, tak sengaja Gendis mengepalkan tangan hingga gulungan kertas muncul secara spontan. Tentu saja Gendis panik karena tujuannya bukan begini tapi saat akan berusaha menghilangkan suara orang itu menghentikan kegiatannya.
"Bolehkah aku memintanya?"
Gendis melirik Juli yang tidak merespon. Terpaksa, ia memberikan kertas itu dengan sedikit gemetaran. Entah isinya penting atau tidak tapi Gendis merasa hal ini salah lalu disisi lain tak bisa berbuat banyak. Membayangkan orang-orang disekitarnya mengamuk menyebabkan dirinya serta sang ibu tidak bisa keluar hidup-hidup dari tempat aneh ini jadi Gendis membuat keputusannya secara cepat.
"Kalian memang keluarga terpilih untuk menolong kami terimakasih sudah datang."