Hari yang tidak kusangka tiba. Baru saja minggu kemarin kami berhasil menangkap sosok di balik Phantom Lily yang tanpa disangka menyerahkan diri.
-Satu minggu yang lalu-
Aku sedang berdiskusi dengan teman reguku mengenai cara untuk menjebak Phantom Lily. Tidak kusangka, target kami malah datang sendiri. Ia menerobos penjagaan di gerbang depan dan dengan berani menaiki lantai dua. Semua anggota kepolisian segera bersiaga, masing-masing mengambil pistol dan menodongkanya ke arah gadis itu.
“Aku akan menceritakan semua yang kutahu dan menyerahkan diri. Syaratnya, kalian harus mengikuti satu permintaanku.” ucapnya sambil menatap Komisaris Allan tanpa terbesit ketakutan sedikitpun.
“Katakan maumu.”
Gadis itu tersenyum santai, ia melangkah maju. Para polisi sudah bersiap menarik pelatuk apabila Phantom Lily melangkahkan kaki lagi. Ia menatapku lalu mengacungkan jari ke arahku, “Aku mau pergi ke Taman Bermain Drayton Manor bersama polisi itu. Aku berjanji tidak akan memberontak dan akan langsung menyerahkan diri. Oh, aku juga dapat memberikan kalian informasi mengenai Organisasi J.”
-Kembali ke masa sekarang-
Gadis gila. Sekarang aku, Detektif Sebastian Escobar, terpaksa menemani seorang pembunuh misterius selama setengah hari di taman bermain. Kebetulan, aku pernah bertemu sosoknya beberapa kali saat ia berusaha melarikan diri. Mungkin, alasan itulah yang membuatnya memilihku untuk menemaninya.
Aku menatap gadis remaja di depanku yang sedang berceloteh senang karena ia sangat bersemangat untuk segera bermain. Tidak ada yang menyangka ia adalah seorang pembunuh keji, bahkan ia terlihat seperti gadis polos yang sangat ceria. Ia menjalani investigasi dengan cukup tenang, tidak memberontak maupun melawan sekalipun. Malahan, ia terlihat seperti saksi hidup yang lolos dari Organisasi J. Gadis itu menceritakan semua yang diketahuinya tanpa berbohong sedikitpun—kami memasang alat pendeteksi kejujuran padanya. Seusai ia menceritakan kehidupannya, giliran kami yang terperangah dibuatnya.
Vyella Draye, korban penculikan dari Organisasi J ketika usianya masih 12 tahun. Kedua orangtuanya merupakan seorang detektif lepasan yang ternyata masih berhubungan dengan kepolisian. Ada sebuah kasus menyangkut Organisasi J yang ditangani oleh kedua orangtua gadis itu, ternyata membuat keduanya dibunuh karena mengetahui informasi mengenai organisasi tersebut. Vyella dan adiknya, langsung diculik dan dibawa ke sebuah laboratorium. Sayangnya, usianya yang masih muda dan trauma yang dialami membuatnya melupakan sebagian besar kejadian tersebut.
Ia mengaku di memorinya, ia melihat seorang ilmuwan mengenakan jas berwarna putih dan menyuntikan cairan aneh yang menyakitkan. Setelah itu, pikirannya hilang dan memori berikutnya ketika sebulan yang lalu, ia membunuh seorang pejabat kepolisian. Ingatannya berangsur-angsur kembali, selama ini ia hidup diperintah dan diperalat oleh Organisasi J. Tugasnya adalah menghilangkan tokoh-tokoh yang dianggap menghalangi dan menjadi ancaman bagi organisasi tersebut. Nampaknya, efek dari cairan pengontrol tersebut mulai memudar, perlahan ia dapat bergerak sesuai keinginannya.
Ternyata, itulah alasannya sengaja membiarkan beberapa saksi mata dan tidak pernah melakukan kasus pembunuhan sebulan belakangan ini. Kepolisian pun sudah menyadari perilaku aneh ini, hanya ada beberapa kasus bom di gedung-gedung dan tidak terdapat korban jiwa. Selama sebulan ini juga, beberapa polisi dan detektif sepertiku berjumpa beberapa kali dengannya. Ia mengaku, memorinya hanya terbatas dari setiap sebelum beraksi, hingga ia melarikan diri. Sosok Phantom Lily tersebut tidak memiliki ingatan tempat ia melarikan diri ataupun cara Organisasi J memberikan misi padanya.
Sesuai janjinya, ia menyebutkan beberapa calon target yang seharusnya dibunuh dalam seminggu ini. Ia berhasil mengontrol pikirannya secara penuh, karena itulah ia berani datang ke kantor polisi untuk bersaksi. Katanya, ia masih tinggal di kediaman keluarganya dulu yang ternyata belum dihuni orang lain. Saat didatangi oleh polisi, rumah tersebut cukup bersih terawat dan memang terlihat sudah didiami setidaknya beberapa bulan terakhir. Kulkasnya terisi makanan dan tanaman di kebunnya terawat dengan baik. Setelah melakukan wawancara dengan tetangga di sekitar, mereka mengaku jarang melihat pemilik rumah tersebut meninggalkan kediamannya. Ketika pemilik rumah tersebut pergi setiap malam, warga mengaku hanya pernah melihat siluetnya dengan pakaian tertutup. Rumah tersebut baru saja dihuni selama kira-kira satu tahun yang lalu—bertepatan dengan kasus pertama Phantom Lily.
Aku melirik ke arah gadis yang kini memilih menikmati pemandangan di luar jendela mobil. Sampai sekarang, ia tidak pernah memberitahukan alasannya menyerahkan diri maupun keinginannya untuk pergi ke taman bermain. Ia bahkan rela menjalani serangkaian test fisik dan investigasi setiap harinya, seusai itu ia langsung digiring ke sel khusus.
Kulirik borgol yang baru kupasang untuk menyatukan pergelangan tangan kiriku dengan tangan kanannya. Demi alasan keamanan, kami berjaga-jaga untuk mencegahnya melarikan diri. Walaupun sebenarnya ketika diinvestigasi menggunakan alat pendeteksi kejujuran, ia mengaku tidak memiliki niat buruk di taman bermain tersebut. Ada pepatah ‘better safe than sorry’ bukan?
“Eh, Om mau naik wahana apa dulu?”
Aku hanya membalasnya dengan tatapan tak peduli. Di umurku yang sudah berkepala dua ini aku terpaksa menemani bocah bermental 12 tahun dengan fisik gadis 19 tahun. Kulihat ia sedikit merajuk, mungkin saja ia menganggapku mengabaikannya. Sebenarnya aku tidak suka terlalu dekat dengan seseorang yang tidak kukenal, apalagi harus terjebak setengah hari ini terborgol bersama seorang kriminal. Pengalaman tidak menyenangkan ini tentu akan membekas di sejarah karirku.
“Tuan dan Nona, tolong pakai gelang ini—” ucap penjaga gerbang taman bermain tersebut sambil memakaikan gelang tiket di tangan kananku. Aku menatap gelang tersebut dengan tatapan datar—aku memang tidak banyak berekspresi—sambil membatin. Dapat kubilang ini kali pertama aku pergi ke taman bermain. Sejak kecil, aku bukan tipe yang suka pergi keluar rumah, selalu saja menghabiskan waktu di dalam kamarku.
Setelah melihat bocah itu melewati alat pendeteksi logam, aku menatap penjaga yang bertugas dan saling mengangguk. Semua pegawai di taman bermain tersebut telah diganti dengan petugas kepolisian. Di saku celana kananku tersimpan pistol, tentu akan berbunyi dan menyadarkan si bocah bahwa aku membawa senjata apabila petugas itu juga memeriksaku dengan detektor logam. Sesuai dugaan kami, bocah itu terlalu teralihkan dengan pemandangan di taman bermain untuk menyadariku yang tidak perlu melewati alat pendeteksi logam.
“Om, mau jalan-jalan ke area hewan dulu? Takut harinya makin gelap nih!”