Setelah menghabiskan malam yang tenang di padang bunga, Arunika dan Ron melanjutkan perjalanan mereka ke dalam hutan. Dengan semangat baru dan Kristal Harapan yang bersinar di tangan Arunika, mereka merasa siap menghadapi tantangan apa pun yang mungkin menanti.
Mereka mengikuti jalan setapak yang berkelok-kelok, dikelilingi oleh pepohonan tinggi yang tampak seolah-olah melindungi mereka. Namun, semakin dalam mereka berjalan, semakin Arunika merasakan ketegangan di udara. Ada sesuatu yang tidak beres—sebuah kehadiran gelap yang mengintai dari jauh.
“Ron,” kata Arunika pelan sambil memperlambat langkahnya. “Apakah kau merasakan itu?”
Ron menatap sekeliling, wajahnya menunjukkan kekhawatiran. “Ya, aku merasakannya. Sepertinya ada sesuatu di dekat sini.”
Mereka terus berjalan dengan hati-hati, dan saat tiba di sebuah area terbuka, mereka melihat sosok-sosok samar berdiri di antara pepohonan—jiwa-jiwa terperangkap yang tampak bingung dan putus asa.
“Siapa kalian?” tanya Arunika dengan lembut, berusaha mendekati sosok-sosok tersebut.
“Aku adalah Rian,” jawab salah satu sosok itu, wajahnya penuh kesedihan. “Kami terjebak di sini karena kesalahan yang kami buat.”
Arunika merasakan empati mendalam terhadap Rian dan jiwa-jiwa lainnya. “Kami ingin membantu kalian menemukan jalan pulang,” katanya dengan tulus.
Sosok-sosok itu saling berpandangan, tetapi tidak ada yang berbicara. Mereka tampak ragu-ragu, seolah-olah terjebak dalam ketakutan dan penyesalan mereka sendiri.
“Jangan takut,” kata Ron sambil melangkah maju. “Kami telah membantu jiwa-jiwa lain sebelumnya. Kami bisa membantu kalian juga.”
Rian mengangguk pelan tetapi tetap terlihat ragu. “Tapi bagaimana jika kami tidak bisa melupakan kesalahan kami? Bagaimana jika kegelapan ini tidak pernah hilang?”
Arunika merasa hatinya berat mendengar kata-kata itu. Dia tahu betapa sulitnya menghadapi kenyataan pahit tentang diri sendiri—bagaimana rasa bersalah dapat mengikat seseorang dalam kegelapan selamanya.
“Kita semua membuat kesalahan,” jawab Arunika dengan lembut. “Yang penting adalah bagaimana kita belajar dari kesalahan itu dan berusaha memperbaikinya.”
Dia melanjutkan, “Kita bisa mulai dengan mengenang kembali momen-momen indah dalam hidup kita—momen ketika kita merasa bahagia dan dicintai.”
Sosok-sosok itu mulai berbagi cerita mereka masing-masing—semua terperangkap dalam penyesalan dan rasa sakit, tetapi kini mereka memiliki kesempatan untuk membebaskan diri.