Arunika dan Ron kembali ke hutan setelah merasakan panggilan misterius yang belum sepenuhnya sirna. Kali ini, langkah mereka terasa lebih berat, namun hati mereka dipenuhi tekad untuk menyelesaikan perjalanan ini. Mereka tahu bahwa apa pun yang menunggu di dalam kegelapan, itu adalah bagian terakhir dari pencarian mereka.
Saat mereka melangkah lebih jauh ke dalam hutan, suasana mulai berubah menjadi semakin sunyi. Pepohonan tampak lebih gelap, dan udara terasa semakin dingin. Arunika merasakan Kristal Harapan di tangannya mulai bersinar lebih terang, seolah-olah memberikan kekuatan tambahan untuk menghadapi apa yang ada di depan.
“Ron,” kata Arunika pelan, “aku merasa kita semakin dekat.”
Ron mengangguk sambil memperhatikan sekeliling. “Aku juga merasakannya. Tapi kita harus tetap waspada.”
Mereka terus berjalan hingga tiba di sebuah gua besar yang tampak seperti pintu masuk ke dunia lain. Di depan gua itu terdapat ukiran kuno yang menggambarkan pertempuran antara cahaya dan kegelapan—sebuah simbol yang telah mereka lihat sebelumnya.
“Ini pasti tempatnya,” kata Arunika dengan suara penuh keyakinan.
Saat mereka melangkah masuk ke dalam gua, suasana menjadi semakin gelap. Namun, Kristal Harapan terus bersinar, memberikan cahaya yang cukup untuk menerangi jalan mereka. Di dalam gua itu, mereka menemukan sebuah ruangan besar dengan dinding-dinding yang dipenuhi ukiran kuno.
Di tengah ruangan itu terdapat sebuah altar dengan bola hitam besar di atasnya—bola yang tampaknya memancarkan energi gelap.
“Arun,” bisik Ron, “apa itu?”
Arunika mendekati altar dengan hati-hati sambil memegang Kristal Harapan di tangannya. Saat dia mendekat, bola hitam itu mulai bergetar dan memancarkan bayangan gelap ke seluruh ruangan.
Dari bayangan itu muncul sosok besar—sosok gelap dengan mata merah menyala yang pernah mereka hadapi sebelumnya.