Perjalanan Arunika dan rombongannya ke desa-desa sekitar membawa banyak harapan dan perubahan. Namun, tidak semua tempat menyambut mereka dengan tangan terbuka. Di sebuah desa yang terletak di lembah berkabut, mereka menghadapi tantangan yang berbeda—keraguan dan ketakutan yang dalam, yang sulit ditembus oleh cahaya harapan.
Ketika rombongan tiba di desa itu, suasana terasa sunyi dan suram. Rumah-rumah tampak usang, dan penduduk desa berjalan dengan kepala tertunduk, seolah-olah beban berat menekan jiwa mereka. Arunika merasakan getaran kesedihan yang kuat, jauh lebih pekat dibandingkan desa-desa sebelumnya.
Mereka disambut oleh kepala desa, seorang pria paruh baya bernama Pak Darman, yang menyambut dengan sikap dingin dan waspada. “Apa yang kalian harapkan datang ke sini?” tanyanya dengan suara berat.
Arunika melangkah maju, mencoba menampilkan senyum hangat. “Kami datang untuk berbagi cerita dan harapan. Kami tahu bahwa setiap tempat memiliki tantangan, dan kami ingin membantu kalian menemukan cahaya dalam diri.”
Pak Darman mengerutkan kening. “Kami sudah lama hidup dalam kesulitan. Banyak yang mencoba membantu, tapi tidak ada yang berhasil. Apa yang membuat kalian berbeda?”
Ron ikut bicara, “Kami bukan hanya datang dengan kata-kata, tapi dengan pengalaman nyata. Kami juga pernah berada di tempat yang gelap, dan kami belajar bagaimana menemukan cahaya itu kembali.”
Meski kata-kata mereka tulus, penduduk desa tetap ragu. Beberapa menatap dengan curiga, sementara yang lain terlihat lelah dan putus asa. Arunika tahu bahwa untuk menembus kabut keraguan ini, mereka harus lebih dari sekadar kata-kata.
Malam itu, mereka mengadakan pertemuan di balai desa. Ruangan itu gelap dan dingin, hanya diterangi oleh beberapa lilin yang menyala redup. Arunika berdiri di depan, menatap wajah-wajah yang penuh keraguan.
“Aku tahu kalian merasa lelah dan putus asa,” katanya dengan suara lembut. “Tapi aku percaya bahwa di dalam diri setiap orang ada cahaya yang bisa menyinari kegelapan.”
Seorang wanita muda bernama Mira mengangkat tangan. “Bagaimana kami bisa percaya? Kami sudah mencoba berbagai cara, tapi tidak ada yang berhasil. Aku takut harapan ini hanya akan hancur lagi.”