Keesokan paginya, Arunika dan rombongannya memulai persiapan untuk perjalanan yang akan membawa mereka ke jantung hutan—tempat di mana sumber kutukan diyakini berada. Pak Wira memberikan mereka peta kuno dan beberapa ramuan herbal sebagai bekal.
“Perjalanan ini bukan hanya tentang fisik,” kata Pak Wira dengan suara berat. “Kalian akan diuji oleh bayangan dalam diri masing-masing. Hanya dengan keberanian dan ketulusan, kalian bisa melewati ujian itu.”
Arunika mengangguk, merasakan beban tanggung jawab yang besar. Ron berdiri di sampingnya, memberikan senyuman penuh semangat. “Kita sudah melewati banyak hal bersama. Aku yakin kita bisa melewati ini juga.”
Mereka melangkah masuk ke dalam hutan yang semakin lebat dan gelap. Kabut mulai menyelimuti, membuat jarak pandang semakin terbatas. Suara alam yang biasanya menenangkan kini terdengar asing dan mengintimidasi.
Setiap langkah membawa mereka lebih dalam ke dalam kegelapan, dan setiap anggota rombongan mulai merasakan ketegangan yang meningkat. Namun, Kristal Harapan yang tergantung di leher Arunika memancarkan cahaya lembut, menjadi penuntun di tengah kabut tebal.
Di tengah perjalanan, mereka tiba di sebuah danau kecil yang airnya tenang namun berkilauan aneh. Pak Wira menjelaskan bahwa danau ini adalah “Cermin Jiwa”—tempat di mana setiap orang harus menghadapi bayangan terdalam mereka.