“Sumpah gue ngantuk banget.” keluhku kepada Neta sambil membaringkan kepalaku di atas meja.
“Memang lo tidur jam berapa ?” tanya Neta sambil membuka lembaran-lembaran buku panduan praktikum Farmasetika.
“Jam tiga.” jawabku lesu.
“Habis lo terlalu sempurna sih. Kantung mata aja nggak punya. Apalagi mata panda. Makanya sekarang diajarin begadang. Biar mata lo nanti ada variasinya kayak gue.” kata Neta sambil menunjuk kantung mata yang dimilikinya.
Aku langsung mengangkat kepalaku dan menatap Neta malas. “Lo mau mata lo lebih banyak variasinya nggak ? Sini gue colok pakai polpen, biar bola mata lo sekalian ada variasinya.”
Baru saja aku ingin bersandar di kursi, Neta tiba-tiba menyinggung sikutku dan menggerakkan bola matanya ke arah pintu masuk kelas. Aku pun spontan mengikuti arah gerakan mata Neta.
“Ziv !” panggil Geva yang baru saja masuk kelas dan langsung menghampiriku.
“Ada apa Gev ?” balasku ramah dengan mata yang langsung terbuka lebar.
Ajaib. Ngantuknya langsung hilang dalam sekejap.
“Tadi gue nggak sengaja nemuin ini di lobi. Punya lo kan ?” kata Geva sambil menyodorkan sebuah name tag bertuliskan nama dan nomor induk mahasiswaku.
“Ya ampun iya. Aduh ceroboh banget sih gue. Makasih banyak ya Gev. Mati deh gue kalau ini hilang.” balasku yang tiba-tiba panik sendiri dan menerima name tag yang disodorkan Geva.
Salah satu peraturan sebelum masuk praktikum adalah semua mahasiswa diwajibkan memakai name tag yang ditempelkan di jas lab masing-masing. Kalau sampai tidak memakai name tag, maka tidak boleh masuk laboratorium. Otomatis tidak bisa mengikuti praktikum. Otomatis menggiring nilai sendiri ke ujung tanduk.
“Iya sama-sama. Lain kali hati-hati yah.” balas Geva tersenyum dan langsung beranjak meninggalkan aku dan Neta.
“Kok bisa jatuh sih ?” tanya Neta heran.
“Pas di rumah gue sudah tempelin ini di jas lab gue. Mungkin tadi lepas waktu gue buru-buru naik lift. Soalnya jas lab juga cuman gue pegang, nggak gue masukin tas.” jelasku setelah mengingat kembali kemungkinan name tag ini bisa terjatuh.